Israel dan Hamas telah mengirim tim ke Mesir pada hari Minggu kemarin untuk melakukan pembicaraan yang melibatkan mediator Qatar dan Mesir serta Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) William Burns.
Kehadiran Burn menggarisbawahi meningkatnya tekanan dari sekutu utama Israel, AS, untuk mencapai kesepakatan yang akan membebaskan sandera Israel yang masih ditahan di Jalur Gaza dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga sipil Palestina di tengah perang.
Namun pejabat senior Hamas, Ali Baraka, mengatakan bahwa, "Kami menolak usulan terbaru Israel (dan AS) yang diberitahukan pihak Mesir kepada kami. Politbiro telah bertemu hari ini, dan memutuskan hal tersebut."
Melansir dari India Today pada Selasa, 9 April 2024, pejabat Hamas lainnya juga mengatakan bahwa tidak ada kemajuan yang dicapai dalam negosiasi di Kairo.
"Tidak ada perubahan dalam posisi pendudukan (Israel), dan oleh karena itu tidak ada hal baru dalam perundingan di Kairo," kata pejabat Hamas, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
"Belum ada kemajuan," sambungnya.
Serangan ke Rafah
Sementara itu pada hari Senin kemarin di Yerusalem, sehari setelah pasukan Israel menarik diri dari beberapa wilayah di Gaza selatan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan dirinya telah menerima laporan rinci tentang perundingan di Kairo."Kami terus berupaya mencapai tujuan kami, yang pertama dan terpenting adalah pembebasan semua sandera dan mencapai kemenangan penuh atas Hamas," ucap Netanyahu.
"Kemenangan ini memerlukan masuknya (pasukan darat) ke Rafah dan penghapusan batalion teroris di sana. Itu akan terjadi. Sudah ada tanggalnya," sambung dia, tanpa menyebutkannya secara spesifik.
Rafah adalah tempat perlindungan terakhir bagi warga sipil Palestina yang terpaksa mengungsi akibat pengeboman tanpa henti Israel yang meratakan lingkungan tempat tinggal mereka. Ini juga merupakan benteng pertahanan terakhir yang signifikan bagi unit tempur Hamas, kata Israel.
Lebih dari satu juta orang berdesakan di Rafah dalam kondisi putus asa, kekurangan makanan, air dan tempat tinggal. Pemerintah dan organisasi asing telah mendesak Israel agar tidak menyerbu Rafah karena khawatir akan terjadi pertumpahan darah.
Ratusan warga yang tinggal di tenda-tenda di Rafah telah kembali ke rumah mereka yang hancur pada hari Senin setelah mundurnya pasukan Israel. Ada yang menaiki kereta keledai, becak, dan kendaraan dek terbuka, dan ada pula yang hanya berjalan kaki.
Baca juga: AS Tawarkan Proposal Gencatan Senjata Gaza, Apa Saja Isinya?
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News