Teheran: Presiden terpilih Iran Masoud Pezeshkian optimistis hubungan negaranya dengan negara-negara Eropa dapat membaik di masa mendatang, meski ia menuduh mereka telah melanggar komitmen untuk mengurangi dampak sanksi Amerika Serikat (AS).
Pezeshkian menang dalam pemilu Iran putaran kedua melawan mantan negosiator nuklir ultrakonservatif Saeed Jalili pekan lalu.
Pria berusia 69 tahun itu menyerukan "hubungan konstruktif" dengan negara-negara Barat untuk "mengeluarkan Iran dari isolasinya," serta mendukung menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 antaradan kekuatan global.
AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut pada 2018, untuk kemudian memberlakukan kembali sanksi yang menyebabkan Iran secara bertahap mengurangi komitmennya terhadap ketentuan kesepakatan tersebut. Perjanjian nuklir Iran 2015, JCPOA, bertujuan mengekang aktivitas nuklir, yang menurut Teheran hanya digunakan untuk tujuan damai.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Jumat malam di surat kabar berbahasa Inggris Tehran Times, Pezeshkian mengatakan bahwa setelah AS menarik diri dari kesepakatan 2015, negara-negara Eropa berkomitmen menyelamatkannya dan mengurangi dampak sanksi AS terhadap Iran.
"Negara-negara Eropa telah mengingkari semua komitmen ini," tulis Pezeshkian, mengutip dari laman The Peninsula, Sabtu, 13 Juli 2024.
"Meski ada pengingkaran ini, saya berharap dapat terlibat dalam dialog konstruktif dengan negara-negara Eropa untuk menempatkan hubungan kita di jalur yang benar, berdasarkan prinsip saling menghormati dan kedudukan yang setara," sambung dia.
Pezeshkian mengatakan kedua pihak dapat mengeksplorasi "banyak bidang kerja sama" jika negara-negara Eropa "menyisihkan supremasi moral yang dibuat-buat yang disertai dengan krisis yang juga dibuat-buat yang telah mengganggu hubungan kita sejak lama."
Juru bicara Uni Eropa Nabila Massrali sebelumnya telah memberi selamat kepada Pezeshkian atas kemenangan dalam pemilu, dengan mengatakan blok yang beranggotakan 27 negara itu "siap terlibat dengan pemerintah baru (Iran) sesuai kebijakan UE tentang keterlibatan kritis."
Meninggalnya presiden ultrakonservatif Iran Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter mengharuskan pemilu pada 6 Juli, yang sebenarnya baru akan dilaksanakan pada 2025.
Dalam pemilu putaran kedua, Pezeshkian memperoleh sekitar 54 persen suara, sedangkan Jalili sekitar 44 persen. Tingkat partisiasi warga kurang dari setengah 61 juta pemilih Iran.
Pezeshkian adalah seorang ahli bedah jantung yang hanya memiliki satu pengalaman pemerintahan sebelumnya, yaitu sebagai menteri kesehatan sekitar dua dekade lalu.
Ia dianggap sebagai seorang "reformis" di Iran, dan merupakan satu-satunya kandidat dari kubu tersebut yang diizinkan maju dalam pemilu, yang mana semua kandidatnya telah disetujui Dewan Wali Iran.
Baca juga: Jadi Presiden Terpilih Iran, Pezeshkian Siap Terima Masukan Jalili
Cek Berita dan Artikel yang lain di