Perempuan Afghanistan dilarang untuk belajar di universitas. Foto: AFP
Perempuan Afghanistan dilarang untuk belajar di universitas. Foto: AFP

Masa Kegelapan bagi Perempuan Afghanistan

Wahyu Dwi Anggoro • 26 Desember 2022 06:58
Kaum perempuan tertekan sejak Taliban kembali berkuasa di Afghanistan. Serangkaian larangan membatasi ruang gerak mereka di berbagai bidang. Kecaman komunitas internasional dianggap angin lalu oleh Taliban yang berideologi ultra-konservatif.
 
Baru-baru ini, Taliban melarang kaum perempuan bekerja di lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi internasional. Sebelumnya, Taliban melarang siswa perempuan berkuliah di universitas.
 
Tentangan tidak hanya datang dari negara-negara Barat. Pemimpin-pemimpin dari dunia Islam juga mengkritik aksi Taliban.

Sekretaris Jenderal Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Hissen Brahim Taha mengatakan larangan berkuliah melanggar hak-hak kaum perempuan. Dia meminta Taliban segera mencabut larangan tersebut.
 
"Larangan tersebut melanggar hak-hak yang dimiliki perempuan di Afghanistan atas pendidikan, pekerjaan, dan keadilan sosial," kata Taha dalam pernyataan tertulisnya pekan lalu.
 
"OKI mengecam keputusan tersebut dan meminta Kabul untuk membatalkannya," lanjut Taha.
 
Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia juga prihatin dengan tindakan Taliban. Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dalam memperjuangkan hak-hak dasar kaum perempuan di Afghanistan.
 
Awal Desember, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Internasional tentang Pendidikan bagi Perempuan Afghanistan. Dihadiri 38 negara, ini merupakan konferensi internasional pertama yang mengangkat isu tersebut.
 
"Indonesia menyampaikan keprihatinan yang mendalam dan kekecewaannya atas keputusan Taliban yang menangguhkan akses pendidikan ke universitas bagi perempuan Afghanistan. Pendidikan adalah hak asasi yang mendasar, baik bagi laki-laki maupun perempuan," kata Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam pernyataan resminya pekan lalu.
 
"Indonesia senantiasa mendesak Taliban untuk menyediakan akses seluas-luasnya terhadap pendidikan untuk perempuan. Indonesia sangat yakin bahwa partisipasi perempuan dalam segala bidang kehidupan masyarakat Afghanistan sangat penting bagi terwujudnya Afghanistan yang damai, stabil, dan sejahtera," lanjut pernyataan tersebut.
 
Mengubah sikap Taliban bukanlah perkara yang mudah. Selama dua dekade, Amerika Serikat (AS) dan sekutunya melawan Taliban dan mendorong proses demokratisasi di Afghanistan. Tahun lalu, intervensi AS berakhir dengan kegagalan dan Afghanistan kembali dipimpin Taliban.
 
Negara-negara Muslim bisa menjadi jembatan antara Taliban dengan komunitas internasional. Persamaan latar belakang diharapkan dapat mempermudah dialog. Tanpa ada perubahan dari dalam, sulit untuk menemukan solusi yang berkelanjutan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan