medcom.id, Miami: Kamis mendatang, 18 September, warga Skotlandia akan memilih untuk tetap bersama Kerajaan Britania Raya atau berpisah dan menjadi negara baru di dunia. Sejumlah survei menyebut ini hanya mimpi kaum nasionalis Skotlandia, dengan hanya satu survei yang menunjukkan warga memilih lepas dari Inggris. Hasil referendum Skotlandia tidak hanya diawasi Inggris, karena konsekuensinya akan dirasakan komunitas internasional, terutama di benua Eropa.
Referendum Skotlandia, dan kesediaan Kerajaan Britania Raya untuk menerima apapun hasilnya, adalah sesuatu yang langka dalam pergerakan kemerdekaan dunia. Sejumlah kasus separatisme semacam ini biasanya melibatkan konflik bersenjata.
Satu negara yang dilanda serangkaian aksi kekerasan separatisme adalah Spanyol, yang kemungkinan akan menjadi negara pertama terkena imbas referendum Skotlandia. Di Spanyol, perbedaan wilayah, sejarah dan bahasa, melahirkan beberapa pergerakan separatis yang cukup kuat. Kawasan Catalonia dikabarkan hendak menggelar referendum pada November mendatang, walau pengadilan Spanyol memutuskan proses tersebut tidak berkekuatan hukum.
Kuatnya keinginan berpisah warga Catalonia dari Spanyol dapat menjadi pemicu munculnya gerakan lain. Di kawasan Basque, Spanyol, gerakan separatis yang dipimpin grup teroris ETA menewaskan ratusan orang sebelum organisasi itu akhirnya dibubarkan pada 2011. Desakan separatis di wilayah tersebut masih tetap hidup hingga saat ini. Jika Skotlandia terlepas dari Inggris, maka Catalonia, Basque, Galicia dan kawasan Spanyol lainnya kemungkinan besar menghidupkan kembali semangat berpisah dari Madrid.
Kekecewaan terhadap pemerintah pusat diperkeruh krisis ekonomi berkepanjangan di Eropa. Banyak wilayah yang ingin terlepas merasa diabaikan di masa sulit.
Kasus semacam ini muncul di utara Italia, kawasan yang jauh lebih sejahtera dari wilayah lainnya di negara tersebut. Kawasan Veneto, yang sempat menjadi pusat Republik Venice, belum lama ini menggelar referendum tak resmi di dunia maya. Mayoritas warga yang mengikutinya mengaku ingin berpisah dari Italia.
Namun pada dasarnya, masalah kemerdekaan atau melepaskan diri jauh lebih dalam dari sekedar masalah ekonomi. Ini mengenai dua pertanyaan yang saling berhubungan: Apa itu negara dan negara bagian? Dalam berbagai sudut pandang, negara lebih merujuk pada masalah budaya --bahasa yang sama, sejarah yang sama -- sementara negara bagian hanya entitas politik. Dengan membawa pemikiran ini, tidaklah mengejutkan banyak kasus separatisme biasanya bernuansa emosional, yang ditunjukkan kaum nasionalis.
Separatisme juga terkadang dipicu rasa ketidakadilan atau bahkan eksploitasi. Contohnya adalah separatis Florian Weber dari negara bagian Bavaria, yang ingin berpisah dari Jerman dan mendukung penuh kemerdekaan Skotlandia. Mereka berpendapat kemerdekaan akan memperkuat demokrasi, karena "semakin besar unit politik, maka kesempatan seseorang untuk didengar semakin kecil."
Sejumlah warga Belgia mungkin sepakat dengan istilah lebih besar tidak berarti lebih baik. Negara tersebut terdiri warga negara berbahasa Prancis dan Belanda, yang keduanya relatif tidak akur. Karena hal inilah, desakan berpisah dari Belgia terus terdengar dari waktu ke waktu. Perdebatan kemerdekaan dan memisahkan diri terus beredar di berbagai penjuru Eropa.
Dalam dunia yang dipenuhi kekerasan seperti saat ini, referendum Skotlandia dapat dijadikan contoh demokrasi sehat. Namun jika warga Skotlandia memilih berpisah dari Inggris, hal tersebut kemungkinan besar memicu gelombang separatis di Eropa dan benua lainnya di dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News