Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, peran yang diambil Indonesia karena keinginan RI untuk menjadi problem solver.
“Dalam isu ini, Indonesia ingin menjadi problem solver (pemecah masalah). Indonesia ingin memberikan peran konstruktif dalam isu ini,” kata Iqbal, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat lalu.
Namun, sejalankah itu dengan perkataan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi bahwa kemerdekaan Palestina ada di jantung politik luar negeri Indonesia?
Menurut Iqbal, tercermin dalam paragraf terakhir pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang situasi di Gaza.
“Masalah ini akan terus berlangsung selama akar masalahnya tidak diselesaikan,” seru Iqbal.
Jadi, katanya, penekanan Indonesia bukan masalah mengutuk atau tidak mengutuk. Namun terkait dengan hal yang akan terus terjadi selama akar masalah tidak diselesaikan.
Indonesia berfokus pada pembukaan koridor kemanusiaan dalam perang kali ini. Namun, bisakah hal tersebut mempengaruhi sikap keras Indonesia ke Israel? Atau jangan-jangan Indonesia ingin menormalisasi hubungan dengan Negara Zionis itu?
Jika memang ingin memberi peran konstruktif, rasa-rasanya memang Indonesia harus ‘berteman’ dengan kedua negara. Namun, saat ini RI masih tidak memiliki hubungan bilateral dengan Tel Aviv.
Pasalnya, Indonesia dalam Pembukaan UUD’45 menegaskan, “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Koridor kemanusiaan
Iqbal dalam jumpa pers menyampaikan, Indonesia segera menghubungi Presiden Palang Merah Internasional (ICRC) terkait pembukaan koridor kemanusiaan.
Menlu Retno meminta ICRC untuk segera membangun koridor kemanusiaan agar dapat membantu warga Gaza yang menjadi korban perang ini.
ICRC dipilih karena memegang ‘kepercayaan’ dari kedua pihak bertikai. Tapi, tak hanya Indonesia yang meminta agar pembukaan koridor kemanusiaan segera dilakukan.
Ada Tiongkok dan Arab Saudi yang juga meminta hal sama. Arab Saudi tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, namun mereka menangguhkan diskusi normalisasi dengan Israel sebagai langkah kuat agar Tel Aviv menghentikan serangannya ke Gaza.
Sementara Tiongkok, lewat Menlu Wang Yi dengan tegas meminta Israel untuk menghormati Palestina. “Warga Israel telah telah mendapat perlindungan untuk bertahan hidup, tapi siapa yang peduli dengan kelangsungan hidup rakyat Palestina? Bangsa Yahudi sudah tidak lagi tak memiliki tanah air, tapi kapan bangsa Palestina kembali ke wilayahnya?” kata Wang Yi.
Lantas, bagaimana dengan Solusi Dua Negara? Bagaimana Indonesia menilai prinsip itu dalam perang kali ini?
“Akar persoalan konflik ini adalah ketidakpedulian terhadap ketidakadilan yang dialami rakyat Palestina. Satu-satunya cara untuk menjamin keamanan Warga Israel adalah dengan juga menjamin keamanan bagi Warga Palestina. Penyelesaian 2 Negara satu-satunya solusi!” tegas Direktur Jenderal Asia, Pasifik dan Afrika Kemenlu RI Abdul Kadir Jailani di akun X.
Masyarakat berharap semoga Indonesia tetap tegas meskipun ingin mengambil peran konstruktif dalam penyelesaian perang ini. Namun, perang ini bukan masalah suku dan agama, melainkan kemanusiaan.
Harapannya, perang ini bisa segera selesai. Pasalnya sudah ribuan korban kehilangan nyawanya, termasuk anak-anak yang tak bersalah.
Baca juga: Tidak Kutuk Serangan di Gaza, Indonesia Ambil Posisi Pemecah Masalah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News