Rakyat berharap Biden dapat menjadi sosok yang mengeluarkan AS dari kegelapan. Lantas, apakah performa politikus veteran Partai Demokrat itu sudah sesuai ekspektasi?
Sejak awal menjabat, Biden mengemban tugas untuk memperbaiki segala 'kerusakan' yang ditimbulkan Trump -- sosok yang dipandang sejumlah pihak sebagai presiden paling tidak kompeten dalam sejarah AS. Menurut Simon Balto dari University of Iowa, mewarisi kepresidenan dari orang paling tidak kompeten bukan sesuatu yang mudah. Dalam perkara Biden, ia mewarisi kepresidenan dari Trump saat AS dilanda pandemi covid-19, masalah rasisme yang begitu mengakar, dan juga hal-hal seputar krisis perubahan iklim.
Dalam kondisi politik yang relatif normal, naiknya Biden sebagai Presiden AS mungkin akan dianggap sebagai transisi biasa. Namun karena AS dipimpin sosok tak kompeten selama empat tahun, pelantikan Biden dipandang sebagian masyarakat seperti peristiwa berskala super besar.
Mengenai penanganan covid-19, pemerintahan Biden layak mendapat apresiasi meski masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, terutama dalam hal kesetaraan akses global vaksin covid-19. Namun saat ini, AS tidak diragukan lagi sudah berada di posisi yang jauh lebih baik ketimbang saat dipimpin Trump.
Salah satu langkah besar Biden dalam mengatasi covid-19 sekaligus memulihkan perekonomian adalah mendorong paket stimulus bernilai fantastis, USD1,9 triliun! Paket ini meliputi pendanaan untuk vaksinasi dan pengujian covid-19, tunjangan pengangguran tambahan, pembayaran langsung kepada kelompok pekerja, dukungan untuk usaha kecil, dan lain-lain. Biden memandang paket stimulus ini sebagai bantuan darurat bagi masyarakat AS, dengan lebih dari separuhnya dialokasikan untuk bantuan langsung uang tunai kepada masyarakat.
Setelah paket stimulus diloloskan Kongres AS, fokus Biden berikutnya adalah mendorong laju vaksinasi. Sekali lagi, upaya keras Biden dalam hal ini patut diapresiasi. Lebih dari 100 juta orang dewasa di AS sudah divaksinasi covid-19. Angkanya menjadi lebih dari 200 juta jika ditambah tenaga kesehatan dan kelompok rentan lainnya. Biden bertekad semua orang dewasa di seantero negeri harus sudah divaksinasi pada akhir Mei ini. Target tersebut kemungkinan besar dapat tercapai tepat waktu, atau bahkan sebelum bulan Mei berakhir.
Selain covid-19, Biden juga harus menangani berbagai masalah lain yang diwarisi Trump dalam kondisi kurang baik. Peristiwa baru yang menjadi sorotan adalah mengenai tenggat waktu penarikan semua pasukan AS dari Afghanistan pada 1 Mei mendatang. Kesepakatan AS dengan kelompok militan Taliban itu dibuat di era Trump, dan Biden sama sekali tidak ikut campur di dalamnya. Saat kepemimpinan berganti, Biden merasa tenggat waktu 1 Mei tidak memungkinkan, dan ia pun memundurkannya empat bulan ke 11 September mendatang.
Dalam hal seputar Afghanistan dan Taliban ini, Biden tidak terlalu mengubah langkah-langkah yang sudah dibuat Trump, hanya sedikit memodifikasinya. Biden mungkin tidak secara gamblang mengatakannya, namun ia juga sepakat dengan Trump bahwa perang di Afghanistan sudah berlangsung terlalu lama.
Mengenai keimigrasian, Biden juga cenderung tidak mengubah kebijakan Trump yang membatasi akses masuk bagi para imigran dan pencari suaka. Pemerintahan Biden sempat menjadi sorotan karena pernah berkata tidak akan mengubah kuota imigran dan pencari suaka yang sudah ditetapkan di era Trump. Namun karena menghadapi gelombang kritik, Biden dengan cepat mengklarifikasi bahwa pemerintahannya akan menambah jumlah kuotanya Mei ini.
Satu janji lain yang coba diwujudkan Biden adalah mengembalikan AS ke "jalur yang benar" dalam perang melawan perubahan iklim. Sebelum menjadi presiden, ia sudah berjanji akan membawa AS kembali ke Perjanjian Iklim Paris 2015, dan hal itu benar-benar ia lakukan tak lama usai duduk di Gedung Putih.
Namun sejauh ini belum ada tindakan konkret yang terlalu berarti dalam isu iklim, melainkan hanya retorika-retorika manis dan janji pendanaan senilai USD1 triliun untuk delapan tahun ke depan. Janji tentu bukanlah tindakan nyata. Sejumlah pihak menegaskan jika Biden memang serius dalam isu iklim, ia akan mengambil langkah tegas dalam pemangkasan emisi karena AS adalah salah satu negara penyumbang emisi karbon terbesar di dunia.
Kate Aronoff dari The New Republic menilai langkah Biden dalam perubahan iklim memang lebih baik dar Trump, namun masih jauh dari cukup. Dari tahun ke tahun, AS hanya menganggarkan 0,5 persen dari GDP untuk mengurangi emisi, dan itu sangat tidak cukup dalam mengantisipasi ancaman nyata dari perubahan iklim. Untuk menekan pemanasan global tetap berada di bawah 1,5 derajat Celcius, 2020 Production Gap Report menyebutkan bahwa produksi bahan bakar fosil global harus berkurang enam persen pada setiap tahunnya.
Saat ini laju pengurangannya berada di kisaran 2 persen per tahun. Dalam hal ini, Biden harus bisa menunjukkan kepada publik AS dan juga dunia mengenai keseriusannya dalam isu iklim, apakah ia hanya akan melontarkan retorika dan janji, atau mampu mengambil langkah-langkah tegas dalam memangkas emisi di negaranya sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News