Hubungan antara AS dan Tiongkok telah menjadi salah satu hubungan bilateral yang paling penting dan kompleks di dunia saat ini. Sejarah hubungan kedua negara dimulai pada tahun 1970-an, ketika Presiden Richard Nixon memulai normalisasi hubungan dengan Tiongkok. Normalisasi tersebut membuka jalan bagi kerja sama ekonomi yang meningkat, termasuk perdagangan dan investasi yang semakin berkembang antara kedua negara.
Namun, beberapa tahun terakhir, hubungan antara kedua negara terus memburuh dan terkadang konfrontatif, salah satu pemicunya adalah persaingan ekonomi dan perdagangan antara kedua negara.
Pada saat dipimpin oleh mantan Presiden Donald Trump, AS menuduh Tiongkok melakukan praktik perdagangan yang tidak adil, seperti pencurian kekayaan intelektual dan subsidi negara yang tidak adil bagi perusahaan Tiongkok. Hal ini memicu perang tarif antara kedua negara yang mempengaruhi sektor-sektor ekonomi dan perdagangan global.
Selain persaingan di bidang ekonomi, terdapat juga perbedaan kebijakan luar negeri dan isu-isu keamanan. AS memiliki kekhawatiran terkait kebijakan Tiongkok di Laut China Selatan, di mana Tiongkok mengklaim sebagian besar wilayah tersebut. AS juga telah mengkritik Tiongkok atas pelanggaran hak asasi manusia, termasuk situasi di Tibet dan Xinjiang. Tiongkok sendiri juga sangat menentang dukungan AS terhadap Taiwan.
Meskipun ada ketegangan dan persaingan, AS dan Tiongkok terus berupaya untuk meredakan hubungan yang penuh dengan konflik ini. Duta Besar baru Tiongkok untuk AS Xie Feng, pada Mei lalu, mendesak Washington untuk bekerja sama dengan Tiongkok dalam upaya meningkatkan dialog, mengelola perbedaan dan mempromosikan kerja sama, sehingga hubungan kedua negara dapat kembali ke jalur yang benar.
Pada Juni lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengunjungi Beijing Tiongkok, dan melakukan pembicaraan tingkat tinggi dengan sejumlah pejabat Tiongkok. Seperti diketahui, Februari lalu, masalah "balon mata-mata" membuat kedua negara saling bersitegang, dan berujung pada Blinken membatalkan kunjungannya ke Negeri Tirai Bambu.
Presiden Tiongkok Xi Jinping juga melakukan pertemuan dengan Blinken. Xi mengatakan, dunia membutuhkan hubungan Tiongkok-AS yang stabil secara keseluruhan.
"Saat ini, masyarakat internasional umumnya mengkhawatirkan status quo hubungan Tiongkok-AS, mereka tidak ingin melihat konflik dan konfrontasi antara kedua negara, dan mereka tidak mau memilih sisi antara Tiongkok dan AS,” kata Xi.
Xi menegaskan bahwa Tiongkok menghormati kepentingan AS dan tidak akan menantang AS. Demikian pula, AS juga harus menghormati Tiongkok dan tidak merugikan hak dan kepentingan Tiongkok. Tiongkok selalu berharap hubungan kedua negara sehat dan stabil, serta percaya bahwa kedua negara besar dapat mengatasi semua kesulitan.
"Saya tidak berniat berkonflik dengan Tiongkok, dan saya berharap dapat melakukan pertukaran tingkat tinggi dengan Tiongkok, menjaga komunikasi tanpa hambatan, mengelola perbedaan secara bertanggung jawab, dan mengupayakan dialog, pertukaran, dan kerja sama," balas Blinken.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengunjungi Beijing pada 6-9 Juli, mencoba memperbaiki hubungan kedua negara yang merenggang. Yellen pada pertemuannya dengan Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang yang berlangsung 7 Juli kemarin mengatakan bahwa AS tidak mencari "Memisah dan memutus rantai" (memutus hubungan) dan tidak berniat menghalangi proses modernisasi Tiongkok. Dari segi tantangan, perkuat kerja sama dan cari keuntungan bersama dan win-win untuk ekonomi kedua negara.
Li Qiang mengatakan bahwa kepentingan ekonomi Tiongkok dan AS saling berkaitan erat, saling menguntungkan dan hasil win-win adalah inti dari hubungan ekonomi kedua negara. Tiongkok dan AS harus memperkuat koordinasi dan kerja sama, bergandengan tangan untuk menghadapi tantangan global, dan mendorong pembangunan bersama.
Baru-baru ini, tepatnya 13 Juli 2023,Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken bertemu dengan diplomat senior yang juga Direktur Kantor Sentral Urusan Luar Negeri Tiongkok Wang Yi di sela-sela pertemuan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta.
Wang Yi menegaskan bahwa kunci langkah selanjutnya adalah mengambil tindakan nyata untuk mengembalikan hubungan kedua negara ke jalur yang benar. AS perlu merenungkan inti masalah yang telah menyebabkan kesulitan serius dalam hubungan China-AS, perlu benar-benar menerjemahkan konsensus yang dicapai oleh kedua kepala negara di Bali menjadi tindakan nyata.
Kedua belah pihak juga melakukan diskusi mengenai Asia-Pasifik dan urusan maritim. Mereka menilai pertemuan Wang dan Blinken jujur, pragmatis dan konstruktif, serta sepakat untuk terus menjaga komunikasi.
Kedua negara memiliki kerjasama dalam beberapa isu global seperti perubahan iklim dan nonproliferasi nuklir. Selain itu, hubungan ekonomi antara keduanya tetap kuat, dengan banyak perusahaan AS yang memiliki kepentingan di Tiongkok dan sebaliknya.
Dalam rangka mengelola hubungan yang kompleks ini, kedua negara harus terus berkomunikasi melalui dialog diplomatik dan pertemuan tingkat tinggi. Tujuannya adalah untuk mencari titik-titik kesepakatan dan menghindari konfrontasi langsung yang dapat membahayakan stabilitas regional dan global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News