Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah obsesi Korea Utara dengan nuklir dikembangkan sebagai senjata.
Seperti diketahui Korea Utara merupakan salah satu negara yang memiliki kemampuan nuklir dan diyakini nuklir itu dikembangkan sebagai senjata.
Ambisi senjata nuklir Korea Utara dimulai dengan sungguh-sungguh pada tahun 1990-an, dengan rezim yang saat itu dipimpin oleh Kim Jong-Il tersebut memandang senjata-senjata ini sebagai hal yang vital bagi kelangsungan hidupnya terhadap apa yang dianggapnya sebagai upaya yang dipimpin Amerika Serikat untuk melemahkannya.
Korea Utara melakukan uji coba nuklir pertamanya pada tahun 2006, diikuti oleh beberapa uji coba lainnya selama bertahun-tahun. Uji coba ini, bersamaan dengan peluncuran rudal, menunjukkan peningkatan kemampuannya untuk tidak hanya menargetkan Semenanjung Korea tetapi juga negara-negara lain, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan bahkan Amerika Serikat.
Kemampuan rudal balistik antarbenua (ICBM) Korea Utara telah meningkat di era Kim Jong-un, sehingga ancamannya menjadi lebih global. Jelas sekali pengembangan nuklir Korea Utara telah menganggu perdamaian kawasan.
Terbaru, pada Jumat 13 September 2024, media Korean Central News Agency (KCNA) mengeluarkan foto-foto Kim Jong-un mengunjungi kompleks nuklir Yongbyon. Ini merupakan penguakan pertama atas fasilitas kaya uranium itu sejak sebelumnya pada 2010.
Menurut KCNA, pada kunjungan itu, Kim Jong-un menyerukan upaya yang lebih kuat untuk "secara eksponensial" meningkatkan jumlah senjata nuklirnya. Jelas ini menjadi sebuah ancaman terhadap perdamaian kawasan.
Meskipun pengungkapan terbaru kemungkinan merupakan upaya untuk memberikan lebih banyak tekanan pada AS dan sekutunya, gambar-gambar yang dirilis media Korea Utara tentang daerah tersebut dapat memberikan sumber informasi yang berharga bagi orang luar untuk memperkirakan jumlah bahan nuklir yang telah diproduksi Korea Utara.
Ancaman terhadap norma Non-Proliferasi
Perkembangan nuklir Korea Utara melemahkan upaya global untuk mencegah penyebaran senjata nuklir. Perjanjian Nonproliferasi Senjata Nuklir (NPT), landasan upaya nonproliferasi global, dilemahkan oleh pembangkangan Korea Utara.Jika Korea Utara dianggap berhasil menggunakan senjata nuklir sebagai alat tawar-menawar, hal itu dapat mendorong negara lain untuk mengikuti jalan yang sama, sehingga mengikis norma nonproliferasi global.
Apa yang bisa diperbuat
Melawan ancaman perdamaian dari Korea Utara sudah dilakukan berbagai bentuk upaya. Salah satu yang dilakukan adalah penerapan sanksi.Korea Utara pertama kali melakukan uji coba nuklir pada 2006. Di tahun itu pula Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menjatuhkan sanksi untuk Korea Utara.
Tercatat hingga saat ini sudah dikeluarkan sembilan resolusi sanksi yang diarahkan ke Korea Utara. Setiap resolusi sanksi itu mengutuk aktivitas rudal balistik dan nuklir terbaru Korea Utara dan menyerukan Korea Utara untuk menghentikan aktivitas ilegalnya, yang melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB sebelumnya. Kesembilan resolusi tersebut diadopsi dengan suara bulat oleh Dewan Keamanan dan semuanya kecuali Resolusi 2087 (Januari 2013) memuat rujukan untuk bertindak berdasarkan Bab VII, Pasal 41 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Tekanan-tekanan
Korea Utara tidak sendiri dalam pengembangan nuklir mereka. Bersama Tiongkok, Rusia dan Iran, Korea Utara dianggap memiliki teman untuk mengembangan kemampuan mereka.Kunci agar Korea Utara bisa meninggalkan kemampuan nuklir mereka adalah Tiongkok. Upaya masyarakat internasional, khususnya melalui sanksi dan negosiasi, untuk mengekang ambisi nuklir Korea Utara hanya menemui sedikit keberhasilan. Negosiasi yang gagal (misalnya, gagalnya Perundingan Enam Pihak dan pertemuan puncak AS-Korea Utara) menyebabkan frustrasi dan ketidakpastian di antara kekuatan global.
Tidak hanya itu, nncaman nuklir di Korea Utara menempatkan AS dan Tiongkok dalam dinamika yang kompleks. Tiongkok, sekutu utama Korea Utara, berupaya menjaga stabilitas di
semenanjung sambil menyeimbangkan hubungannya dengan AS, yang menginginkan Korea Utara melakukan denuklirisasi. Masalah ini menambah lapisan ketegangan lain antara dua negara paling kuat di dunia.
Setiap kesalahan perhitungan atau keterlibatan militer yang tidak disengaja di Semenanjung Korea dapat meningkat menjadi konflik skala penuh. Dengan persenjataan nuklir Korea Utara yang sedang digunakan, konflik semacam itu dapat menimbulkan konsekuensi yang dahsyat, tidak hanya bagi semenanjung tetapi juga bagi kawasan yang lebih luas dan bahkan dunia.
Potensi penggunaan senjata nuklir dalam konflik antara Korea Utara dan negara lain meningkatkan taruhannya secara signifikan.
Menyelesaikan masalah ini memerlukan diplomasi yang cermat, kerja sama internasional yang kuat, dan pengelolaan yang efektif terhadap hubungan yang rumit antara AS,Tiongkok, Korea Utara, dan negara-negara tetangganya.
Bahkan ASEAN bisa memegang peranan penting dalam hal ini.ASEAN tumbuh sebagai kekuatan ekonomi baru, keterlibatannya dalam dialog ini sangat penting. Untuk itu, para pemimpin ASEAN didorong bersikap tegas, jelas dan lugas menyuarakan penghentian program nuklir ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News