Drone Iran yang digunakan untuk menyerang Israel. Foto: AFP
Drone Iran yang digunakan untuk menyerang Israel. Foto: AFP

Instabilitas Timur Tengah: Apakah Bahaya Perang Dunia III Telah Terlewati?

Willy Haryono • 26 April 2024 19:05
Jakarta: Risiko meletusnya Perang Dunia III muncul dari waktu ke waktu, tahun ke tahun, di tengah ketegangan antar negara-negara dunia, termasuk yang memiliki senjata nuklir. Namun belakangan, risiko meletusnya Perang Dunia III terasa mengkhawatirkan di saat Iran dan Israel -- dua negara yang saling bermusuhan sejak lama -- saling melancarkan serangan.
 
Dibayang-bayangi perang di Jalur Gaza, ketegangan terbaru antar kedua negara dimulai sejak Israel menyerang gedung konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April 2024. Sekitar dua pekan setelahnya, Iran balik menyerang wilayah Israel dengan mengerahkan ratusan pesawat tak berawak (drone) dan rudal.
 
Sejumlah negara, terutama dari wilayah Barat, mengecam keras serangan balasan Iran. Sementara penentang hegemoni Barat balik mengecam dan menuding adanya praktik standar ganda karena hampir tidak ada kecaman berarti saat Israel menyerang gedung konsulat di Damaskus. Ketegangan antar blok pendukung Israel dan yang menentangnya kembali memicu kekhawatiran global akan meletusnya Perang Dunia III.

Ada kekhawatiran jika Iran dan Israel terus saling menyerang, negara-negara besar di balik kedua pihak akan ikut bereaksi, bahkan secara militer. Kekhawatiran ini sempat memuncak saat Israel dikabarkan melancarkan serangan balasan ke Iran di wilayah Isfahan, walau kedua negara sama-sama tidak secara gamblang menyatakan telah terjadinya serangan.
 
Setelah peristiwa di Isfahan, tensi konflik Iran-Israel mulai mereda. Pembicaraan seputar Perang Dunia III pun secara alamiah berkurang dari pembicaraan di media sosial. Namun apakah bahaya meletusnya Perang Dunia III dari konflik di Timur Tengah ini telah terlewati?
 
Bahaya yang dihadapi Timur Tengah sebenarnya bukan berasal dari tindakan liar atau impulsif, namun dari keputusan yang diambil sekelompok petinggi yang yakin bahwa mereka tahu apa yang mereka lakukan dan seperti apa kira-kira respons dari lawan mereka. Keyakinan semacam ini bisa jadi tidak begitu meyakinkan, apalagi jika beberapa penilaian mereka sebelumnya gagal.
 
Bagaimana jika ternyata respons yang diperkirakan meleset? Semisal, Israel memperkirakan Iran hanya akan menyerang balik dengan rudal dan drone. Namun ceritanya bisa berbeda jika ternyata yang menyerang balik tak hanya Iran, tapi juga negara-negara sekutunya. Skenario seperti itu mungkin kecil kemungkinannya, tapi tidak nol sama sekali.
 
Dalam skenario sungguhan yang benar-benar terjadi, ketegangan terbaru antara Iran dan Israel sepertinya sudah terhenti usai peristiwa di Isfahan. Iran tidak mengatakan siapa pihak di balik ledakan di Isfahan, menyiratkan tidak akan adanya pembalasan dalam waktu dekat. Israel pun, jika memang terkonfirmasi menyerang Isfahan, tidak menargetkan fasilitas nuklir Iran di sana.
 
Tujuan dari serangan Iran maupun Israel tampaknya hanya untuk mengirimkan pesan tentang apa yang kedua negara itu dapat lakukan, bukan menimbulkan kerusakan signifikan. Masyarakat global menyambut baik turunnya ketegangan ini, namun masih terlalu dini untuk mengatakan semuanya baik-baik saja.

Konflik Timur Tengah

Sejak kelompok pejuang Palestina Hamas melancarkan serangan ke Israel pada 7 Oktober, dan Israel membalasnya dengan operasi militer mematikan di Jalur Gaza, potensi terjadinya konflik regional telah menjadi perhatian utama komunitas internasional. Eskalasi bukanlah ancaman, tapi eskalasi sudah terjadi.
 
Konflik telah menyebar di empat lokasi, yaitu operasi Israel di Gaza, meningkatnya kekerasan di Tepi Barat, baku tembak yang hampir setiap hari dengan Hizbullah di sepanjang perbatasan Lebanon, dan konfrontasi langsung antara Israel dan Iran. Konflik di empat wilayah ini menimbulkan bahaya tersendiri bagi ketegangan di Timur Tengah.
 
Menurut sejumlah pejabat Amerika Serikat (AS), Israel – yang memiliki sejarah membunuh tokoh-tokoh Iran – tidak menyadari bahwa menyerang komandan senior Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) di Suriah dapat memicu reaksi keras Iran. Jika benar, itu adalah kesalahan perhitungan yang luar biasa.
 
Pembunuhan tersebut memicu serangan langsung pertama Iran terhadap wilayah Israel. Meski serangan drone dan rudal Iran sangat besar dan belum pernah terjadi sebelumnya, AS beserta Inggris dan beberapa negara lain memastikan bahwa kerusakan di Israel relatif kecil.
 
Pesan Presiden AS Joe Biden kepada Israel adalah "ambil kemenangan ini" dan jangan dibalas lagi. Namun meski Biden dan sekutu Barat lainnya berusaha menahan gerakan Benjamin Netanyahu, perdana menteri Israel tersebut bergantung pada mitra koalisi sayap kanan yang mendorongnya untuk bertindak lebih jauh di Gaza dan sekitarnya. Sudah sejak lama ada tekanan terhadap pemerintah Israel untuk mengatasi program nuklir Iran secepat mungkin. Kelompok garis keras di rezim Iran mungkin juga berupaya untuk meningkatkan upaya tertentu terkait program nuklir.
 
Deeskalasi ketegangan di Timur Tengah sudah seharusnya dimulai di Gaza, seperti yang sudah pernah disampaikan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Namun Netanyahu masih belum merencanakan masa depan pascakonflik, dan justru terus bertekad melancarkan serangan darat ke kota Rafah di Gaza.
 
Sanksi baru AS dan Uni Eropa terhadap pemukim Yahudi di Tepi Barat merupakan sebuah langkah maju, namun masih banyak yang harus dilakukan untuk menurunkan ketegangan. Upaya menenangkan krisis di sepanjang perbatasan Lebanon juga harus ditingkatkan. Satu hal terpenting, Israel dan para sekutu Iran harus bisa menahan diri.
 
Saat ini kita sedang berada di era baru penuh ketidakpastian, di mana kesalahan perhitungan dapat berujung pada bencana besar, termasuk Perang Dunia III. Terkait ketegangan di Timur Tengah, terutama seputar konflik Iran-Israel, ketegangan memang sudah menurun, tapi bahaya eskalasi belum terlewati.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan