Serba salah, kata inilah yang mungkin dapat menggambarkan situasi pandemi covid-19 di Tiongkok saat ini. Strategi ‘nol-Covid’ yang memberlakukan penguncian sebagian di kota-kota tempat infeksi terdeteksi membuat warga gerah dan melakukan protes besar-besaran untuk menuntut kebebasan.
Setelah itu, Tiongkok akhirnya mulai 'melunak', dan pada awal Desember telah mencabut kebijakan penguncian. Komisi Kesehatan Nasional (NHC) menyatakan tes PCR massal akan dikurangi. Mereka juga akan menerapkan karantina mandiri bagi pasien positif covid-19 yang bergejala sedang dan tanpa gejala. Pemerintah juga mencabut syarat negatif covid-19 dalam waktu 48 jam bagi pelaku perjalanan antar provinsi.
Kemudian, mulai 8 Januari 2023, Tiongkok akan membuka perbatasan dan menghapus karantina,mengeluarkan rencana baru terkait persyaratan perjalanan. Pertama, orang yang datang ke Tiongkok harus menjalani tes PCR 48 jam sebelum keberangkatan, dan hanya bisa masuk jika hasil tesnya negatif. Kedua, persyaratan tes PCR serta isolasi terpusat setelah masuk Tiongkok dihapuskan.
Ketiga, kebijakan pengendalian jumlah penerbangan penumpang internasional seperti pembatasan faktor muatan penumpang juga telah dibatalkan, namun penumpang tetap wajib memakai masker saat naik pesawat. Keempat, pemberian fasilitas visa yang sesuai untuk WNA yang datang ke Tiongkok, arus transportasi penumpang di pelabuhan laut maupun darat akan dipulihkan secara bertahap. Kelima, akses perjalanan keluar bagi warga Tiongkok akan dipulihkan berdasarkan situasi pandemi internasional serta berbagai aspek kemampuan dukungan layanan.
Tak hanya itu, Tiongkok akan menurunkan klasifikasi penanganan covid-19 dari penyakit menular Kelas A menjadi penyakit menular Kelas B. Komisi Kesehatan dan Kesehatan Nasional Tiongkok mengatakan, setelah covid-19 diklasifikasikan sebagai penyakit menular Kelas B, maka orang yang terinfeksi covid-19 tidak perlu melakukan isolasi, kontak dekat tidak perlu diidentifikasi, tidak ada lagi penentuan area berisiko tinggi atau rendah, dan tidak ada lagi tindakan penanganan penyakit menular terhadap orang atau barang dari luar negeri.
Namun, pelonggaran yang terlalu mendadak ini malah menimbulkan masalah baru, kasus covid-19 di Negeri Tirai Bambu meledak. Banyak daerah mengalami puncak kasus, dan bahkan peningkatan tajam dalam jumlah kasus positif di banyak tempat dalam beberapa hari terakhir.
Minggu lalu, kota Qingdao, Provinsi Shandong mengalami peningkatan kasus harian 490.000 hingga 530.000, dan akan meningkat 10 persen dalam beberapa hari ke depan, dengan peningkatan harian 500.000 kasus.
Selain itu, jumlah penambahan kasus positif yang dilaporkan Provinsi Zhejiang telah melampaui 1 juta, puncak infeksi diperkirakan akan tiba lebih cepat, dan akan memasuki posisi tertinggi sebelum Tahun Baru Imlek, maksimum jumlah kasus baru akan mencapai 2 juta.
Banyak pasien lanjut usia berbondong-bondong ke rumah sakit di Beijing untuk perawatan karena kasus virus yang semakin melonjak di Tiongkok. Sebagian besar pasien berusia di atas 65 tahun. Selain itu, unit perawatan intensif rumah sakit juga penuh dengan pasien, banyak di antaranya mengalami komplikasi, yang menyebabkan banyak staf medis dan rumah sakit besar kewalahan.
Di Provinsi Jiangxi, gelombang pertama pandemi akan mencapai puncak infeksi pada awal Januari 2023 dan berubah ke level rendah pada awal Maret 2023, akan berlangsung sekitar tiga bulan, dan tingkat infeksi kumulatif akan mendekati 80 persen.
Namun, lonjakan kasus Tiongkok membuat negara lain ketar ketir. Sejumlah negara telah memberlakukan beberapa pembatasan pada pelancong yang datang dari Tiongkok. Di Jepang, mulai Jumat semua pelancong dari Tiongkok dan mereka yang mengunjunginya dalam tujuh hari akan dites Covid pada saat kedatangan. Mereka yang dites positif akan diminta untuk karantina selama tujuh hari jika memiliki gejala, atau lima hari jika tanpa gejala.
Jumlah penerbangan ke dan dari Tiongkok juga akan dibatasi Di India, orang yang bepergian dari Tiongkok dan empat negara Asia lainnya harus menunjukkan tes Covid negatif sebelum tiba. Selain itu, para pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa mulai tanggal 5 Januari 2023 akan mewajibkan pendatang Tiongkok melakukan tes covid.
Beberapa pakar kesehatan global mengatakan virus itu menginfeksi sebanyak 1 juta orang di Tiongkok per hari dan telah menimbulkan kematian sebanyak 2 juta. Direktur Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) di AS, Christopher Murray baru-baru ini mengatakan kepada Reuters bahwa kebijakan “nol Covid-19" yang diterapkan Tiongkok berhasil meredam lonjakan kasus secara efektif, karena itu pihaknya memproyeksikan bahwa Tiongkok akan mengalami lonjakan kasus kematian akibat covid-19 hingga lebih dari 1 juta jiwa pada tahun depan jika ruang gerak masyarakat dilonggarkan.
Murray merinci lonjakan infeksi covid-19 di Tiongkok akan mencapai puncaknya pada 1 April 2023, dan sekitar 1/3 populasi Tiongkok akan terinfeksi covid-19, dengan angka kematian lebih dari 322 ribu jiwa.
Sementara itu, pakar lain memperkirakan sekitar 60 persen populasi Tiongkok akan terpapar covid-19, dan puncaknya terjadi pada Januari 2023. Hal ini bukan tidak mungkin karena Tahun Baru dan Tahun Baru Imlek yang akan datang. Selama musim mudik Imlek, akan terjadi perpindahan penduduk dalam jumlah besar, virus akan menyebar dari daerah perkotaan ke pedesaan, dan dapat menyebabkan puncak gelombang kedua.
Dibalik sisi negatifnya, setelah Tiongkok mulai menghentikan rezim covid yang paling ketat, bisnis luring dan aktivitas sosial di berbagai bagian kota secara bertahap dilanjutkan, pekerjaan dan produksi semakin meningkat. Perayaan Tahun Baru akan meriah dan ramai, jalan-jalan utama di Beijing yang sudah lama tidak macet, dipadati kendaraan.
Setelah pelonggaran penuh, Tiongkok kemungkinan besar akan menjadi negara dengan jumlah infeksi positif terbesar di dunia, tetapi kecil kemungkinannya untuk menjadi salah satu negara dengan jumlah kematian terbesar. Hal ini dikarenakan setelah tiga tahun pencegahan dan pengendalian epidemi, Tiongkok telah memiliki banyak pengalaman, dan keyakinan dapat mengalahkan virus tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News