Presiden Tiongkok Xi Jinping. (Marco Longari / AFP)
Presiden Tiongkok Xi Jinping. (Marco Longari / AFP)

Xi Jinping Absen di KTT ASEAN dan G20, Pertanda Instabilitas Dalam Negeri?

Willy Haryono • 06 September 2023 11:17
Jakarta: Pengumuman resmi dari Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengakhiri spekulasi apakah Presiden Tiongkok Xi Jinping akan menghadiri KTT ASEAN di Jakarta pada 5-7 September 2023, dan juga KTT G20 di New Delhi, India pada 8-9 September 2023. Xi Jinping absen di dua pertemuan tersebut, dan perwakilan yang dikirim Tiongkok adalah Perdana Menteri Li Qiang.
 
Absennya Xi bukan merupakan sikap tidak sopan terhadap Perdana Menteri India Narendra Modi seperti yang diutarakan sejumlah pihak. Ini dikarenakan Xi juga menarik diri dari komitmen luar negeri lainnya, seperti untuk KTT ASEAN.
 
Namun Xi pernah memberi isyarat pada hari pembukaan Kongres Partai ke-20 pada Oktober tahun lalu, bahwa hubungan Tiongkok dengan India tidak akan membaik. Ia juga mengungkapkan keengganan untuk melakukan diskusi substantif mengenai penyelesaian masalah perbatasan dengan Perdana Menteri Narendra Modi di sela-sela KTT BRICS.

Jayadeva Ranade, anggota Dewan Penasihat Keamanan Nasional India dan and Presiden Centre for China Analysis and Strategy, mengatakan bahwa sikap Xi Jinping tersebut menyiratkan bahwa India harus bersiap menghadapi periode ketegangan yang cukup lama, mungkin terkadang diselingi sejumlah bentrokan.
 
Jika dilihat dari sisi politik internasional, ucap Jayadeva Ranade, Tiongkok berada di posisi yang lemah. India akan tetap melanjutkan KTT G20 sesuai rencana, dan PM Tiongkok Li Qiang yang akan mewakili Xi Jinping di pertemuan tersebut mungkin tidak akan mendapat tempat yang menonjol, lanjut Javadeva Ranade di laman Daily Asian Age, 4 September 2023.
 
Dengan ketidakhadiran Xi Jinping, Jayadeva Ranade mengatakan India akan cenderung lebih mudah menyelenggarakan pertemuan puncak KTT G20 dan menghasilkan dokumen penutup, meski ada penolakan dari Rusia terhadap dimasukkannya referensi apa pun seputar perang di Ukraina.
 
Tiongkok akan kehilangan kesempatan untuk memperlambat laju isolasi internasionalnya dengan melewatkan KTT ASEAN dan G20. Tiongkok akan kehilangan peluang untuk menghidupkan kembali perekonomiannya yang didominasi ekspor, dan Beijing bahkan berpotensi kehilangan peluang dalam mendorong tiga inisiatif Xi Jinping, yaitu Inisiatif Keamanan Global (GSI), Inisiatif Pembangunan Global (GDI) dan Inisiatif Peradaban Global (GCI).
 
GDI digembar-gemborkan Tiongkok dan para diplomatnya, terutama sejak awal tahun 2023, sebagai alternatif ideal versi Beijing dari tatanan global yang saat ini dipimpin oleh Amerika Serikat.
 
Baca juga:  Joe Biden Kecewa Tak Bisa Ketemu Xi Jinping di KTT G20

Pesan yang Salah

Presiden Tiongkok Xi Jinping diyakini memiliki alasan tersendiri untuk tidak hadir dalam pertemuan penting KTT G20, KTT ASEAN dan KTT Asia Timur. Di saat perilaku Tiongkok menjadi semakin agresif, dan beberapa kader Partai Komunis Tiongkok (PKT) merekomendasikan Beijing untuk memulihkan hubungan dengan Amerika Serikat dan negara-negara tetangga, ketidakhadiran Xi Jinping di pertemuan internasional mengirimkan pesan yang salah kepada dunia.
 
Alih-alih menunjukkan bahwa Xi Jinping mulai mendelegasikan wewenangnya kepada PM Tiongkok atau anggota Komite Tetap Politbiro lainnya, ketidakhadirannya memperlihatkan masalah yang mungkin berkaitan dengan kesehatan pribadi atau meningkatnya faksionalisme di internal partai.
 
Potongan video kantor berita CCTV memperlihatkan Xi Jinping yang terlihat agak kebingungan saat berjalan menemui Presiden Afrika Selatan Ramaphosa di KTT BRICS di Johannesburg baru-baru ini. Sejumlah analis menafsirkan peristiwa tersebut berkaitan dengan masalah kesehatan. Dalam dua kesempatan sebelumnya, Xi Jinping pernah hilang masing-masing selama dua minggu tanpa penjelasan. Xi Jinping juga sebelumnya terlihat berjalan dengan sedikit pincang.
 
Sementara itu, terdapat peningkatan ketidakpuasan warga terhadap Xi Jinping beserta kebijakan-kebijakannya di tengah perlambatan ekonomi. Ketidakpuasan juga ditujukan kepada meningkatnya angka pengangguran, pemberlakuan aturan keamanan yang semakin ketat, kebijakan terhadap Rusia, dan kesalahan penanganan hubungan dengan Amerika Serikat. Tidak hanya dari kalangan warga, sejumlah anggota PKT juga mengungkapkan ketidakpuasan mereka atas kondisi saat ini.
 
Sejumlah unggahan yang mengkritik Xi Jinping beserta kebijakannya telah muncul di media sosial, dan beberapa kader PKT juga menulis artikel yang menyimpang dari jalur kebijakan partai. Hal ini tercermin dalam dua artikel. Satu artikel ditulis di surat kabar resmi Tiongkok dan menyoroti masalah ekonomi, dan satu lainnya ditulis seorang anggota PKT di surat kabar pro-PKT di Singapura.
 
Sebuah artikel yang sangat jujur dan kritis di China’s Economic Observer pada tanggal 11 Agustus 2023, dengan judul "Tidak ada ibu yang bisa memasak untuk anak-anaknya tanpa nasi," menyoroti kesulitan ekonomi yang akut di provinsi-provinsi Tiongkok.
 
Empat Direktur Keuangan dari berbagai provinsi yang diwawancarai secara terpisah oleh surat kabar tersebut mengakui adanya kekurangan dana yang parah, dan dampaknya adalah pemangkasan proyek-proyek pembangunan.
 
Para Direktur mengatakan bahwa mereka menghabiskan sebagian besar hari kerja mereka untuk menjelaskan kepada pemohon mengapa mereka tidak dapat memberikan dana. Sisa hari kerja mereka dihabiskan untuk memohon dana kepada kader senior.
 
Sementara itu, para kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten Tiongkok memberikan tekanan kepada mereka untuk memastikan pasokan dana bagi proyek-proyek pembangunan utama, membayar gaji staf, dan lain-lain. The Economic Observer menilai, sektor di real estate Tiongkok dapat bangkrut dalam waktu singkat. Artikel itu dihapus beberapa hari setelahnya.

Kritik dari Internal Partai

Artikel lain yang lebih 'merusak' adalah artikel panjang sepanjang 2980 kata yang ditulis pengusaha Tiongkok yang berbasis di Hong Kong, Lew Mon-hung. Artikel itu telah diterbitkan di surat kabar Singapura yang pro-PKT 'Lianhe Zaobo' pada 21 Agustus 2023.
 
Dalam gaya klasik para pemimpin komunis Tiongkok, artikel tersebut dengan tajam mengkritik Xi Jinping tetapi tanpa menyebutkan namanya, dan juga diterbitkan di luar Tiongkok. Dengan judul ‘Akar penyebab masalah ekonomi Tiongkok terletak pada masalah politik,' penulis artikel tersebut adalah anggota PKT dan anggota Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok (CPPCC) ke-11 -- badan penasihat politik utama Tiongkok.
 
Penulis telah mengambil risiko besar karena kritikus vokal di Hong Kong, seperti pemilik Apple Daily multi-jutawan berusia 75 tahun Jimmy Lai, telah ditangkap berdasarkan Undang-Undang Keamanan Nasional. Artikel tersebut, yang mengkritik terpilihnya kembali Xi Jinping sebagai presiden, berfokus pada membangun kultus kepribadian, menangani hubungan dengan AS, kebijakan mengenai Rusia, dan lain-lain bergema di media sosial Tiongkok, Weibo.
 
Warganet memberikan komentar yang mengatakan "Esai anti-Partai milik Lew Mon-hung layak untuk dibaca;" dan "Esai Lew Mon-hung itu menjelaskan (situasi ekonomi Tiongkok) secara blak-blakan, haha”; dan: “Esai Lianhe Zaobao menunjukkan pemahaman yang sebenarnya tentang Tiongkok, termasuk solusi yang (dibutuhkan)."
 
Publikasi artikel-artikel ini menunjukkan kemunculan, atau penguatan, faksi-faksi di dalam PKT yang menentang Xi Jinping. Petunjuk lainnya adalah meliputi hilangnya mantan Menteri Luar Negeri Qin Gang, pemecatan komandan senior Pasukan Roket Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLA), dan pidato Xi Jinping dan Tsar Keamanan Chen Wenqing selama kunjungan mereka ke Xinjiang dan Gansu yang memuat banyak referensi menuju “stabilitas”.
 
Kecuali jika Xi Jinping mempunyai masalah kesehatan yang serius, mungkin saja pertikaian di dalam PKT dan ketidakstabilan politik di Tiongkok mengharuskan sang presiden untuk tetap berada di Tiongkok.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan