Demonstran pro demokrasi memadati jalanan Hong Kong hingga malam hari - AFP/Alex Ogle
Demonstran pro demokrasi memadati jalanan Hong Kong hingga malam hari - AFP/Alex Ogle

Gerakan Occupy Central Lebih Besar dari Hong Kong

01 Oktober 2014 20:02
Catatan Editor: William Piekos adalah koordinator program studi Asia di organisasi Council on Foreign Relations.
 
medcom.id, Hong Kong: Pendemo muda turun ke jalan dan menyuarakan aspirasi sambil mengecam pemerintah yang dinilai telah mengabaikan tuntutan mereka.
 
Awalnya, demonstrasi berlangsung damai. Namun belakangan ini, tepatnya sejak Sabtu (27/9/2014), pendemo berhadapan dengan polisi anti huru-hara. Kumpulan foto bentrokan, yang melibatkan penggunaan tongkat polisi, gas air mata dan semprotan merica, membanjiri dunia maya.

Dari semua ini, yang paling mengejutkan adalah, dari mana para demonstran itu berasal? Mereka adalah warga Hong Kong, salah satu kawasan di Asia yang dikenal dengan stabilitasnya.
 
Demonstrasi dipicu pengumuman pemerintah Tiongkok yang berencana menyeleksi semua kandidat pemimpin Hong Kong pada pemilihan umum 2017. Lewat langkah ini, hampir mustahil bagi seseorang yang anti-Tiongkok untuk maju sebagai penguasa.
 
Peraturan ini merujuk pada Hukum Dasar Tiongkok, yang berbunyi "satu negara, dua sistem." Dalam aturan itu, terdapat pula dekrit 2007 oleh Kongres Nasional Rakyat Tiongkok yang menjanjikan pemilu universal Hong Kong di tahun 2017. Janji tinggal janji, karena pada kenyataannya, pemerintah Tiongkok akan menyeleksi ketat semua kandidat. Tidak mengherankan jika hal ini berujung pada perselisihan.
 
Hong Kong dikembalikan ke Tiongkok dari koloni Inggris pada 1997. Sejak saat itu, kebebasan ekonomi di Hong Kong menarik banyak individu dan perusahaan dari seluruh dunia. Namun di sisi lain, Hong Kong masih dikuasai Tiongkok, yang dikenal lewat penolakan keras terhadap kebebasan informasi dan konsep demokrasi Barat.
 
Kedua kubu sama-sama menahan diri dalam konflik terbaru saat ini. Sebagian besar pengunjuk rasa beraksi secara damai, polisi juga diperintahkan untuk mundur dari jalanan Hong Kong. Menjaga intensitas konflik tetap di level rendah merupakan perhatian kedua pihak.
 
Eskalasi kekerasan oleh pendemo pro demokrasi, yang mengusung gerakan Occupy Central atau Menduduki Pusat (Hong Kong), hanya akan menjustifikasi respon serupa dari pemerintah. Jika aparat bertindak represif, maka kecaman akan datang dari dalam dan luar negeri.
 
Dalam sebuah pertemuan dengan kalangan pebisnis elite Hong Kong, Presiden Tiongkok Xi Jinping menegaskan tidak akan mengabulkan desakan pendemo. Pemerintah secara agresif menyensor Weibo, situs sosial media terpopuler di Tiongkok, terkait banyaknya foto serta diskusi mengenai demokrasi. "Hong Kong" telah menjadi kata kunci paling banyak dihapus dari sosial media, dan untuk kali pertama, situs foto berbagi Instagram turut diblokade.
 
Sementara itu, gerakan Occupy Central telah memperoleh banyak pencapaian dalam perjuangan meraih demokrasi di Hong Kong. Ditariknya polisi anti huru-hara merupakan suatu indikasi bahwa Beijing sudah tidak bisa terlalu bebas bertindak di Hong Kong. Lain halnya dengan di Tiongkok, saat demonstrasi serupa, semisal dalam bidang polusi, korupsi dan akuisisi lahan, sudah pasti disensor pemerintah.
 
Namun sulit rasanya mengabaikan aliran informasi dan laporan mendetail dari kawasan Hong Kong. Pemerintah Tiongkok tidak bisa menyensor semua informasi di sana. Lewat Occupy Central, warga bersama-sama berjuang untuk demokrasi, tidak hanya untuk di Hong Kong, tapi juga untuk pulau utama Tiongkok.
 
Kemungkinan terjadinya kekacauan ekonomi akibat gerakan Occupy Central dapat mendorong Beijing mencari solusi cepat. Dengan membanjirnya demonstran di jalanan, keberlangsungan roda bisnis di Hong Kong semakin dipertanyakan. Sejumlah bank dilaporkan menutup sementara beberapa cabang mereka dan meminta para karyawannya bekerja dari rumah. Kalangan investor juga masih menunggu hasil akhir demonstrasi sebelum melanjutkan proyek masing-masing.
 
Jika unjuk rasa berlanjut dalam waktu lama, Beijing mau tidak mau harus memikirkan kembali taktik mereka, walau langkah tersebut rentan berujung pada eskalasi kekerasan.
 
Penyelesaian konflik di Hong Kong bukan perjalanan mudah. Xi dan Partai Komunis kemungkinan besar tidak akan mengganti taktik jangka pendek mereka dalam menyensor dan menekan pemberitaan.
 
Petinggi dan pendukung gerakan Occupy Central memang berisiko ditangkap atau dikecam pemerintah pusat. Namun, aksi mereka juga membuka ruang bagi partisipasi sipil dan politik di seantero Tiongkok.(CNN)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan