Laut China Selatan jadi rebutan Tiongkok dengan beberapa negara ASEAN. Foto: Manila Times
Laut China Selatan jadi rebutan Tiongkok dengan beberapa negara ASEAN. Foto: Manila Times

Klaim Wilayah Tiongkok yang Tidak Ada Habisnya

Harianty • 23 September 2023 06:55
Jakarta: Klaim wilayah Tiongkok di Laut China Selatan telah menjadi sumber konflik yang berkepanjangan dengan negara-negara tetangganya. Bahkan Peta standar Tiongkok edisi 2023 yang dirilis bulan lalu tetap mengklaim perairan yang diakui sebagai wilayah Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Taiwan.
 
Laut China Selatan yang terletak di antara Asia Timur dan Asia Tenggara, dikelilingi oleh daratan Tiongkok, Pulau Taiwan, Kepulauan Filipina, Kepulauan Melayu, dan Semenanjung Indochina. Luas totalnya sekitar 3,5 juta kilometer persegi. Ada sekitar 200 pulau dan terumbu karang, serta lebih dari 80 terumbu karang, pasir, dan beting.
 
Tiongkok mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan sebagai wilayah kedaulatannya berdasarkan sejarah, yang sering disebut sebagai "nine dash line" (sembilan garis putus) , adalah wilayah laut berbentuk U yang dikelilingi oleh sembilan "garis putus-putus", yang mencakup sekitar 60 persen dari total luas Laut Cina Selatan.

Namun, klaim Tiongkok ini bertentangan dengan sejumlah negara lain, termasuk Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam, yang juga memiliki klaim wilayah di wilayah tersebut. Mereka berpegang pada prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang mengatur hak-hak dan kewajiban negara-negara di laut.
 
Seperti diketahui, UNCLOS mengakui zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang memberikan hak ekonomi di wilayah perairan tersebut kepada negara pantai. Ketegangan di Laut China Selatan mencakup perselisihan tentang kepulauan yang kaya akan sumber daya alam.
 
Konflik di Laut China Selatan ini telah menyebabkan peningkatan kegiatan militer oleh negara-negara yang terlibat ,dan sampai sekarang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, dan Tiongkok tidak berhenti mengklaim wilayah-wilayah.
 
Menurut media Tiongkok, Posisi kedaulatan Tiongkok di Kepulauan Laut China Selatan adalah: kedaulatan ada di tangan Negeri Tirai Bambu, namun perselisihan dapat dirundingkan secara damai dan dikembangkan bersama. Posisi Tiongkok dalam hal ini adalah: Secara historis, Titidak pernah membatasi kebebasan navigasi kapal dari berbagai negara dalam sembilan garis yang memisahkan diri di Laut Cina Selatan.
 
Tiongkok kerap kali mengatakan akan melaksanakan kewajiban internasional yang relevan dalam kerangka Konvensi Internasional tentang Hukum Laut untuk menjamin lintas damai dan kebebasan navigasi kapal dari semua negara, pengembangan sumber daya di Laut China Selatan bisa dinegosiasikan, namun klaim sepihak Tiongkok atas kedaulutan di laut tersebut tidak pernah berakhir.
 
Pada Agustus lalu, Kementerian Sumber Daya Alam Tiongkok merilis peta“standar”Tiongkok edisi 2023. Di dalamnya, Tiongkok dengan jelas menunjukkan "sembilan garis putus", mendemarkasi apa yang mereka anggap sebagai perbatasan lautnya, dan mengklaim hampir keseluruhan Laut China Selatan.
 
Peta baru tersebut bahkan membuat India bereaksi keras,beberapa wilayah di India diklaim oleh Beijing, seperti wilayah Arunachal Pradesh dan Aksai Chin di bagian barat yang dikuasai Tiongkok tetapi masih diklaim oleh India. Setelah peta tersebut dirilis, India membalas terlebih dahulu dengan mengatakan bahwa klaim Tiongkok tidak memiliki dasar, “langkah-langkah pihak Tiongkok seperti itu hanya mempersulit penyelesaian masalah perbatasan.”
 
Malaysia juga menolak “klaim sepihak” Tiongkok dan menambahkan bahwa peta tersebut “tidak mengikat” bagi negara tersebut. Vietnam, Taiwan, Indonesia, dan Filipina juga mengikuti langkah serupa.  Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi juga angkat bicara terkait masalah ini, Ia menegaskan bahwa penarikan garis wilayah itu harus sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982).
 
Vietnam mengatakan klaim tersebut melanggar kedaulatannya atas kepulauan Paracel dan Spratly serta yurisdiksi atas perairannya dan harus dianggap batal karena melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Menggambarkan betapa provokatifnya sembilan garis putus di Hanoi, Vietnam pada Juli melarang film populer “Barbie” karena memuat tampilan peta yang menunjukkan klaim Tiongkok yang disengketakan.
 
Menghadapi berbagai protes dari negara lain, apa reaksi Tiongkok? Di beberapa konferensi pers, Kementrian Luar Negeri Tiongkok lebih banyak menghindari pertanyaan mengenai hal spesifik dari sembilan garis putus, dan hanya mengatakan kepada wartawan bahwa “sikap Tiongkok terhadap Laut China Selatan adalah konsisten dan jelas”, juga tidak secara langsung menanggapi protes atas peta tersebut, dan mengatakan bahwa ini merupakan“kegiatan rutin setiap tahun” dengan tujuan menyediakan peta standar dan untuk “mendidik masyarakat agar menggunakan peta sesuai dengan aturan.”
 
Tindakan Beijing ini seolah-olah memberi isyarat dan menegaskan bahwa mereka tidak berniat untuk mundur dari klaimnya dan memastikan bahwa posisinya selalu diingat oleh negara-negara lain di kawasan.
 
Sebenarnya upaya-upaya diplomasi dan mediasi telah dilakukan untuk mencoba menyelesaikan konflik ini, tetapi hingga saat ini belum ada solusi yang dapat diterima semua pihak. Sengketa di Laut China Selatan tetap menjadi isu penting dalam politik regional dan hubungan internasional, dengan potensi untuk memicu konflik yang lebih besar jika tidak dikelola dengan bijak.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan