Presiden Rusia Vladimir Putin dianggap akan serang Ukraina. Foto: AFP
Presiden Rusia Vladimir Putin dianggap akan serang Ukraina. Foto: AFP

Apakah Rusia Benar-Benar Akan Menginvasi Ukraina?

Willy Haryono • 13 Desember 2021 09:17
Jakarta: Apakah Rusia akan benar-benar menginvasi Ukraina? Mungkin pertanyaan ini muncul di benak banyak orang yang mengikuti perkembangan terbaru seputar ketegangan dua negara pecahan Uni Soviet tersebut. Hal ini juga yang menjadi kekhawatiran negara-negara Barat, dan tentu saja Ukraina.
 
Dalam beberapa pekan terakhir, Rusia terpantau meningkatkan jumlah pasukannya di perbatasan Ukraina. Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mencurigai aktivitas tersebut sebagai persiapan invasi. Moskow berulang kali membantahnya. Ukraina juga melontarkan tudingan serupa, dan Rusia terus-terusan membantah.
 
Meski membantah, Rusia tetap mempertahankan jumlah pasukannya di perbatasan. Negeri Beruang Merah justru balik menuduh Ukraina dan negara-negara Barat seperti AS dan anggota NATO sebagai pihak yang menggoyang stabilitas kawasan, terutama Eropa timur. Deadlock ini kemudian berujung pada pertemuan virtual antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 7 Desember 2021.

Fokus Biden dalam pertemuan tersebut adalah sebisa mungkin menakut-nakuti Rusia agar tidak jadi menginvasi Ukraina, jika memang Moskow berniat melakukan hal itu. Dengan cara apa? tentu saja dengan salah satu 'senjata' terkuat AS di bidang diplomasi, yakni sanksi ekonomi. Biden memperingatkan Putin bahwa akan ada harga mahal yang harus dibayar jika Rusia berani menginvasi Ukraina. 'Harga' yang dimaksud berada dalam konteks ekonomi, yang tentu saja adalah sanksi yang selama ini dijatuhkan AS ke beberapa negara seperti Tiongkok, Iran, dan Korea Utara.
 
Putin terkesan tidak terlalu menghiraukan ancaman sanksi, dan hanya meminta jaminan AS agar NATO tidak memperluas pengaruhnya ke arah timur, ke negara-negara tetangga Rusia. Sebelum ada ketegangan terbaru ini pun, Rusia sudah berulang kali menyerukan agar NATO tidak menerima permohonan keanggotaan dari Ukraina.
 
Pertemuan virtual Biden-Putin telah berakhir, namun situasi seputar isu Ukraina cenderung tidak berubah. Biden masih terus melayangkan peringatan kepada Putin dengan ancaman sanksi ekonomi, sementara Rusia tetap mempertahankan pasukannya di perbatasan Ukraina. Tekanan terbaru dari negara-negara Group of Seven (G7) kepada Putin pun, yang memperingatkan akan adanya "konsekuensi masif" jika Rusia menginvasi Ukraina, terlihat tidak terlalu mengubah keadaan.
 
Lantas, apakah Rusia benar-benar akan menginvasi Ukraina? apa jangan-jangan ini hanyalah kekhawatiran berlebih dari negara-negara Barat dan NATO?
 
Untuk menjawab hal ini, mari kita lihat sedikit ke belakang. Mengapa Rusia dan Ukraina bisa bermusuhan seperti ini? Bukankah dua negara ini sangat dekat, memiliki ikatan sosial dan budaya yang sangat mendalam, dengan penggunaan bahasa yang lebih kurang sama seperti Indonesia dan Malaysia?
 
Ketegangan kedua negara dimulai setelah Ukraina menggulingkan presiden pro-Rusia mereka pada 2014, Viktor Yanukovych. Tak lama setelah itu, Rusia mencaplok atau menganeksasi Krimea yang merupakan wilayah Ukraina. Situasi semakin memburuk karena para separatis pro-Rusia di timur Ukraina merebut dua wilayah utama yang disebut secara kolektif sebagai Donbas. Ukraina menuduh Rusia mengirim persenjataan dan personel militer untuk membantu para separatis. Moskow membantahnya, dan mengatakan bahwa para separatis bergerak atas keinginan mereka sendiri. Rusia justru mengatakan bahwa Ukraina telah membunuh rakyat mereka sendiri dalam konflik di wilayah timur.
 
Hingga saat ini, konflik tersebut masih berlanjut. Penumpukan pasukan Rusia di wilayah perbatasan mungkin adalah bukti bahwa tuduhan Ukraina sejak 2014 itu memang benar adanya, bahwa Moskow kemungkinan memang membantu para separatis, baik secara langsung atau tidak. Namun sebenarnya yang perlu dikhawatirkan Ukraina adalah bukan personel militer Rusia di perbatasan, namun pasukan utamanya yang ada di jantung Negeri Beruang Merah. Data intelijen sejumlah negara Barat mengindikasikan bahwa jumlah personel militer utama Rusia berada di kisaran 100 ribu.
 
Kembali ke ancaman invasi, apakah Rusia akan menggerakkan pasukannya melintasi perbatasan? Kemungkinan besar tidak, setidaknya dalam waktu dekat. Walau pun Putin cenderung mengabaikan ancaman AS dan G7, sanksi ekonomi akan memiliki dampak nyata terhadap perekonomian Rusia jika benar-benar dijatuhkan. Para analis pun meyakini bahwa Putin kemungkinan besar tidak akan sebodoh itu menginvasi tetangganya. Kerugian melancarkan invasi ke Ukraina jauh melampaui manfaatnya.
 
Di Moskow, Deputi Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov meminta semua pihak untuk "berpikir jernih dengan kepala dingin" dan tidak terburu-buru mengambil keputusan. Ia mengingatkan bahwa ketegangan saat ini, jika tidak segera diturunkan secara signifikan, dapat berujung pada situasi seperti Krisis Misil Kuba di tahun 1962, di saat AS dan Uni Soviet hampir saja terlibat dalam konflik senjata nuklir.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan