Ini merupakan kudeta kedua di Sudan dalam jangka waktu kurang dari 3 tahun. Pada April 2019, militer Sudan melengserkan diktator Omar al-Bashir setelah gelombang demonstrasi pro-demokrasi menyapu negeri tersebut.
Kudeta militer yang dilakukan Jenderal Burhan mendapat kecaman keras dari komunitas internasional. Aksinya dianggap mengancam transisi demokrasi di Sudan.
Selama kepemimpinan Perdana Menteri Hamdok, pemerintah sipil di Sudan secara perlahan menghapus kebijakan-kebijakan represif yang dijalankan pendahulunya. Tidak hanya itu, mereka juga memperkenalkan sistem pemerintahan yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
Kudeta militer juga ditentang oleh rakyat Sudan. Mereka kembali turun ke jalan untuk menyelamatkan transisi demokrasi di negaranya.
Akan tetapi, penolakan warga direspons dengan brutal oleh pihak militer. Menurut laporan media, kekerasan yang dilakukan aparat sudah menewaskan setidaknya 10 demonstran dan melukai ratusan lainnya.
"Pada Sabtu kemarin, kita menyaksikan keberanian begitu banyak orang yang secara damai memprotes kekuasaan militer di Sudan. Pihak militer harus mendengar suara mereka. Sudah seharusnya pemerintahan yang konstitusional dan sah dikembalikan. Laporan kekerasan yang beredar sangat mengkhawatirkan. Pelaku kekerasan harus dibawa ke meja hijau," cuit Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres melalui akun twitter resminya pada Minggu.
Mengapa banyak negara di Afrika rawan kudeta? Sebelum Sudan, kudeta militer juga terjadi di Guinea dan Mali tahun ini.
Penelitian yang dilakukan dua akademisi asal Amerika Serikat (AS), Jonathan Powell dan Clayton Thyne, mencatat lebih dari 200 upaya kudeta di Afrika sejak dekade 1950an. Powell mengatakan setidaknya sudah ada 6 upaya kudeta di Afrika tahun ini.
"Negara-negara di Afrika memiliki kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya kudeta seperti tingkat kemiskinan dan kondisi perekonomian yang buruk. Ketika kudeta terjadi di suatu negara, hal tersebut biasanya memicu kudeta-kudeta lainnya," jawab Powell ketika diwawancarai BBC.
Negara-negara di Afrika sebenarnya memiliki komitmen untuk mencegah kudeta di kawasan. Uni Afrika dengan cepat membekukan keanggotaan negara yang dilanda kudeta.
Meskipun demikian, menghilangkan akar masalah yang memungkinkan terjadinya kudeta di Afrika juga penting. Selama kemiskinan dan korupsi masih merajalela, negara-negara di Afrika akan tetap rawan mengalami kudeta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News