Acara diselenggarakan G33 (koalisi 47 negara berkembang anggota WTO) dan dibuka Direktur Jenderal WTO, Roberto Azevedo.
Bertindak sebagai pembicara adalah mantan Pelapor Khusus PBB untuk Hak terhadap Pangan – Olivier de Schutter, pakar FAO, pegiat organisasi non-pemerintah (South Center – Geneva dan Federation of Free Farmers Cooperatives – Philippines) dan Center For WTO Studies - India.
G33 -- yang dipimpin Indonesia -- merupakan kelompok yang memperjuangkan diakuinya hak-hak negara-negara berkembang untuk dapat memberikan dukungan kepada para petani kecil dan miskin.
Selama ini, tingkat kesejahteraan petani kecil dan miskin di negara berkembang semakin terpinggirkan karena terpengaruh tingginya tingkat volatilitas harga produk pertanian global sebagai akibat dari keterbukaan pasar.
Hal ini diperburuk masih rendahnya tingkat daya saing produk pertanian domestik untuk melawan produk impor dari negara-negara maju yang memiliki daya saing lebih tinggi, sebagai akibat dari subsidi yang diberikan pemerintahnya.
"Tujuan workshop adalah membuka pandangan anggota WTO mengenai pentingnya instrumen SSM dan PSH sebagai jaring pengaman untuk melindungi kepentingan petani kecil dan miskin di negara berkembang, serta dalam rangka mewujudkan kemananan pangan (food security), keamanan penghidupan (livelihood security) dan pembangunan pedesaan (rural development).
Selain itu, workshop juga diharapkan dapat berkontribusi terhadap proses perundingan kedua isu tersebut di WTO," demikian ditekankan Wakil Tetap RI untuk PBB, WTO dan organisasi lainnya, Hasan Kleib.
Saat ini anggota WTO tengah merundingkan bentuk dan format SSM dan PSH yang dapat disepakati, khususnya dalam konteks penyelenggaraan KTM WTO ke-11 di Buenos Aires, pada Desember 2017 mendatang.
SSM adalah instrumen perlindungan kepada petani kecil dan miskin pada saat terjadinya banjir impor, sedangkan PSH adalah instrumen perlindungan petani kecil dan miskin melalui mekanisme pembelian dan penjualan oleh pemerintah terhadap hasil pertanian domestik.
Bagi Indonesia, disepakatinya instrumen SSM dan PSH di WTO akan memberikan ruang kebijakan yang lebih besar kepada pemerintah untuk menjalankan berbagai kebijakan pemerintah untuk mewujudkan keamanan dan kedaulatan pangan serta pengurangan kemiskinan melalui program-program pemberdayaan petani kecil dan miskin.
Salah satu permasalahan yang masih dihadapi pemerintah saat ini adalah masih tingginya jumlah petani miskin dan kecil Indonesia yang memerlukan dukungan dari Pemerintah.
Survei BPS tahun 2016 menyebutkan, dari total 27,76 juta penduduk miskin di Indonesia, 62,24 persen atau 17,28 juta orang berada di kawasan pedesaan. Sementara, sisanya 37,76 persen atau 10,49 juta penduduk miskin berada di perkotaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News