Sejumlah survei menunjukkan Le Pen dari partai National Front (FN) unggul di putaran pertama pilpres Prancis pada 23 April, namun mungkin kalah dari capres lain di putaran kedua pada 7 Mei.
Dalam kampanye pilpres paling tak terduga dalam beberapa dekade terakhir ini, FN berharap serangkaian skandal yang menghantam capres Francois Fillon dapat menguntungkan. Le Pen melalui FN juga berharap ketidakstabilan di Barat akibat Presiden Amerika Serikat Donald Trump dapat meyakinkan warga Prancis untuk memilihnya.
"Katanya Donald Trump tidak akan menang dalam pilpres AS, tapi nyatanya menang. Katanya Marine Le Pen juga tidak akan menang, tapi pada 7 Mei dia akan menang!" tutur Jean-Lin Lacapelle, seorang petinggi FN, seperti dikutip Reuters, Sabtu (4/2/2017).
Menulis 144 "komitmen" di awal kampanyenya di Lyon, Le Pen menjanjikan Prancis untuk keluar dari zona euro, menggelar referendum keanggotaan Uni Eropa, memangkas pajak impor, menurunkan usia pensiun dan meningkatkan beberapa tunjangan.
Daftar itu juga berisi janji bebas biaya pendidikan khusus untuk warga Prancis, perekrutan 15 ribu polisi, menghentikan imigrasi dan meninggalkan komando NATO.
"Tujuan dari program ini adalah mengembalikan kebebasan Prancis dan memberikan suara kepada rakyatnya," tegas Le Pen di awal daftar komitmennya.
Sementara Emmanuel Macron dari partai En Marche bertekad menyatukan bangsa dan meningkatkan hubungan bilateral dengan Jerman.
Macron juga berjanji memperbesar anggaran pertahanan. Mantan menteri ekonomi Partai Sosialis itu mendirikan En Marche tahun lalu.
Jajak pendapat menunjukkan dia mungkin bersaing sengit dengan calon sayap kanan Marine Le Pen dari Front Nasional (FN), yang akan menyampaikan pidato utamanya pada Minggu 5 Januari, di babak kedua pemungutan suara pemilu pendahuluan.
Pihak FN memulai kampanye selama dua hari, termasuk di Lyon, guna mempromosikan janji mengembalikan kedaulatan Prancis atas anggaran, perbatasan, keuangan, dan hukum negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News