Dalam salah satu kasus terakhir yang tersisa dari pecahnya Yugoslavia, majelis hakim Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Den Haag akan memutuskan upaya bandingnya terhadap hukuman pada 2016 atas kejahatan genosida dan perang, yang menvonisnya 40 tahun.
Dahulu tokoh politik Serbia paling berkuasa, Karadzic, kini berusia 73 tahun, terkenal karena perannya dalam pembantaian Srebrenica 1995, pertumpahan darah terburuk di tanah Eropa sejak Perang Dunia II.
Sekitar 100.000 orang akhirnya meninggal dan 2,2 juta lainnya kehilangan tempat tinggal dalam perang tiga tahun brutal yang mengadu domba Muslim, warga Serbia, dan Kroasia satu sama lain.
"Saya pikir putusan ini bersejarah untuk keadilan," kata Munira Subasic dari Mothers of Srebrenica kepada AFP, seraya menambahkan bahwa mereka ingin Karadzic mendapatkan hukuman seumur hidup.
"Jika Karadzic tidak menerima apa yang dia layak dapatkan, itu berarti bahwa tidak ada keadilan di dunia ini dan bahwa boleh melakukan kejahatan tanpa risiko hukuman," tambahnya, seperti disitat dari laman AFP, Rabu 20 Maret 2019.
Putusan ini akan diambil di mahkamah Mekanisme Residual Internasional untuk Pengadilan Kriminal, yang menangani sejumlah kasus tersisa dari pengadilan yang sekarang tidak berfungsi untuk bekas Yugoslavia dan Rwanda.
Kasus Karadzic masih memecah-belah negara yang semula ia perjuangkan untuk saling berperang. Di mana para janda Srebrenica berharap ia meninggal di penjara bahkan ketika orang Serbia-Bosnia menghormatinya dengan menamakan asrama universitas setempat dengan namanya.
Tetapi putusan itu juga keluar di saat yang sangat penting bagi pengadilan internasional karena badan itu dikecam seperempat anggota, termasuk pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dan mengalami kemunduran setelah serangkaian pengadilan yang keliru.
Persidangan tidak adil
Pengacara Karadzic, Peter Robinson, mengatakan kliennya "sangat percaya bahwa putusan Majelis Pengadilan itu salah dan merupakan produk dari persidangan yang tidak adil".
"Dia (Karadzic) pada dasarnya adalah orang yang optimis," kata Robinson.
Pada 2016, Karadzic dinyatakan bersalah atas 10 tuduhan termasuk mengatur pengepungan hampir empat tahun di ibu kota Bosnia, Sarajevo. Di sana, lebih dari 10.000 orang tewas dalam kampanye penembakan dan penembakan, menurut jaksa penuntut.
Dia juga dinyatakan bersalah melakukan genosida di Srebrenica, yakni pasukan Serbia Bosnia membantai lebih dari 8.000 pria dan bocah lelaki Muslim di kubu Bosnia timur, yang mestinya di bawah perlindungan PBB, dan mengubur tubuh mereka di kuburan massal.
Semula penyair dan psikiater yang beralih karier menjadi pemimpin politik kejam, Karadzic mengajukan banding atas 50 alasan. Sembari menuduh para hakim melakukan "pengadilan politik" terhadapnya. Dia mewakili dirinya sendiri di persidangan, Robinson hanya membantunya.
Namun, jaksa penuntut mengatakan Karadzic dan yang lainnya termasuk alter-ego militernya, mantan komandan pasukan Serbia Bosnia Ratko Mladic, ingin "secara permanen menyingkirkan Muslim dan Kroasia" dari wilayah yang diklaim oleh Serbia Bosnia saat itu.
Jaksa penuntut PBB juga minta para hakim membatalkan pembebasannya atas tuduhan genosida kedua di kota-kota Bosnia dan memberinya hukuman seumur hidup.
Mladic, 76, dijuluki "Jagal Bosnia", saat ini mengajukan banding hukuman seumur hidup atas tuduhan yang sama. Dia sebelumnya menolak bersaksi di pengadilan Karadzic, menyebut pengadilan PBB "setan".
Mantan presiden Serbia Slobodan Milosevic, pelindung lama Karadzic selama perang, diadili di ICTY hingga kematiannya pada 2006.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News