Mereka meminta otoritas setempat untuk segera mencarikan alternatif tempat tinggal.
"Mereka bilang akan melakukan sesuatu, tapi mereka tidak bilang apa-apa lagi. Mungkin kami semua akan menjadi es," kata Hussein, seorang imigran asal Afghanistan yang tinggal di tenda darurat di kota Hamburg.
"Kami tidak bisa berada di dalam tenda lebih dari satu jam pada malam hari," sambung dia, seperti dikutip AFP.
Di area pelabuhan Hamburg dan beberapa kota lainnya di Jerman, tidur di bawah suhu ekstrem telah menjadi mimpi buruk imigran dan pengungsi. Suhu ekstrem hampir menyentuh 0 derajat Celcius. Padahal, musim dingin di Jerman belum dimulai.
Sekitar 4000 imigran di Hamburg tidur di tenda darurat tanpa alat penghangat ruangan. Mereka terpaksa berjalan-jalan berkeliling kota untuk menghangatkan diri.
"Kami kedinginan," tulis imigran di sebuah papan.
Ulrika Kostka, kepala grup relawan Caritas, mengonfirmasi kekhawatiran imigran. Ia menyebut tidak menutup kemungkinan akan ada banyak imigran yang mati kedinginan.
"Kita sudah tidak bisa lagi menutup mata terhadap risiko kematian akibat cuaca dingin," ujar Kostka kepada surat kabar Tagesspiegel.
Palang Merah di area Saxony juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Juru bicara Palang Merah Kai Kranich mengaku telah mendistribusikan mesin penghangat ke beberapa tenda. Namun, ia mengingatkan itu hanya solusi sementara.
Krisis imigran tahun ini disebut-sebut sebagai yang terbesar setelah Perang Dunia II.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News