Riset ini mengklaim, peretas Rusia membuat situs palsu untuk mengumpulkan kata kunci dari staf kampanye Macron.
"Saya baru dengar, tetapi sampai saat ini tidak ada yang aneh dan tidak ada yang terganggu," kata kepala kampanye digital Macron, Mounir Mahjoubi, seperti dikutip ITV, Selasa 25 April 2017.
Perusahaan riset tersebut menghubungkan kampanye mata-mata online ke sebuah kelompok yang disebutnya Pawn Storm. Namun, mereka tak membeberkan lebih lanjut soal peretasan yang dilakukan Rusia ini.
Emmanuel Macron dan Marine Le Pen maju ke putaran kedua pemilihan umum presiden Prancis dengan perolehan suara yang amat tipis. Macron menduduki puncak putaran pertama dengan 23,7 persen, sementara Le Pen hanya memperoleh 21,9 persen.
Macron, mantan menteri ekonomi, dan Le Pen yang seorang politikus ekstrem kanan ini akan bertempur di putaran kedua pemilu pada 7 Mei mendatang. Selama ini, keduanya memang yang paling dijagokan untuk menggantikan posisi Francois Hollande memimpin Prancis.
Le Pen memang selama ini selalu menyerukan perubahan baru yang sangat berbeda dengan apa yang telah dijalankan Hollande selama ini.
Tak disangka, Hollande pun mengimbau warga Paris untuk memilih Macron pada pemilu putaran kedua nanti, agar Le Pen tidak menguasai Prancis.
Macron pernah menjadi penasihat Hollande di bidang perekonomian mulai dari 2012 hingga 2014. Ia kemudian menjadi menteri ekonomi untuk pemerintahan Sosialis selama dua tahun.
Pada April 2016, Macron meluncurkan gerakan politik bertajuk En Marche! (Bergerak!) untuk mempersiapkan pencalonannya dalam pilpres. Beberapa bulan setelah itu, dia memutuskan keluar dari kabinet Hollande.
Dalam berbagai survei di Prancis, Macron diprediksi menang mudah dari Le Pen karena dua capres yang gagal melaju, Francois Fillon dan Benoit Hamon, meminta para pendukungnya untuk memilih kandidat moderat ketimbang sayap kanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News