"Terapi oksigen adalah salah satu perawatan utama untuk pasien yang terkena dampak terparah dari COVID-19," ungkap WHO dalam laporan terbarunya.
"Semua negara harus berusaha mengoptimalkan ketersediaan alat pulse oximeter dan sistem oksigen medis," lanjutnya, seperti dilansir dari laman AFP.
Berdasarkan data situs pemantau John Hopkins CSSE per hari ini, Senin 2 Maret 2020, angka kematian akibat COVID-19 di level global hampir mencapai 3.000 orang. Sementara jumlah kasusnya telah melampaui 88 ribu, dengan angka pasien sembuh mencapai 42.716.
Sejak pertama kali terdeteksi di provinsi Hubei, Tiongkok, pada akhir Desember 2019, COVID-19 telah menyebar ke lebih dari 60 negara. WHO menyebut COVID-10 cenderung lebih mudah menjangkiti orang di atas usia 60 tahun, atau yang daya tahan tubuhnya lemah karena tengah mengidap suatu penyakit.
Menurut data WHO, dari hampir 45 ribu orang positif COVID-19 di Tiongkok per tanggal 24 Februari, hanya 2,1 persen berusia di bawah 20 tahun. WHO mengatakan, sebagian besar orang yang terjangkit COVID-19 hanya mengalami gejala ringan. Sedangkan 14 persen dari total kasus mengalami gejala berat seperti pneumonia, dan lima persen lainnya sakit parah hingga kritis.
Angka rata-rata kematian di tengah wabah korona ini disebut WHO berkisar antara dua hingga lima persen.
WHO menekankan pentingnya deteksi dini, yang diikuti "implementasi langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi; perawatan bagi pasien gejala ringan; dan perawatan intensif bagi yang mengalami gejala berat."
Khusus bagi pasien kritis COVID-19, WHO menyebut angka kematiannya mencapai lebih dari 50 persen. Untuk mengantisipasi kematian lebih lanjut, WHO menekankan bahwa "intervensi perawatan kritis," yang salah satunya melibatkan penggunaan ventilator, "harus dioptimalkan."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News