Macron, mantan menteri ekonomi, dan Le Pen yang seorang politikus ekstrem kanan ini akan bertempur di putaran kedua pemilu pada 7 Mei mendatang. Selama ini, keduanya memang yang paling dijagokan untuk menggantikan posisi Francois Hollande memimpin Prancis.
"Warga Prancis semakin dekat dengan perubahan," ujar Macron di hadapan ribuan pendukungnya, usai penghitungan suara resmi ditutup, seperti dikutip AFP, Senin 24 April 2017.
"Saya tentu akan menghadapi tantangan negara kita yang selama bertahun-tahun tidak menemukan solusi yang baik," lanjutnya lagi.
Selama kampanye, Macron pernah memperkenalkan "Undang-Undang Macron", sebuah aturan kontroversial yang memungkinkan toko-toko lebih sering buka di hari Minggu dan menderegulasi sejumlah sektor industri.
Aturannya mendapat dukungan segar dari kaum pengusaha Perancis namun menimbulkan pertentangan bagi pejabat sosialis sayap kiri.
Di tempat yang berbeda, Le Pen mengatakan pemilu ini sangat bersejarah dan ia siap untuk menghadapi putaran kedua.
Sejak menjadi ketua Partai Front Nasional (FN) pada 2011 silam, Le Pen terus meneriakkan kampanye anti-Uni Eropa dan mendorong Prancis mengikuti Inggris, keluar dari Uni Eropa.
Politikus sayap kanan ini juga memiliki pandangan keras terhadap Muslim dan kaum imigran. Perempuan berusia 48 tahun ini dipandang sebagai capres yang paling tegas menekankan isu keamanan nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News