Dalam argumen penutupnya setelah sidang tiga hari di Pengadilan Internasional, pemimpin sipil Myanmar secara de facto mengeluarkan peringatan keras kepada para hakim bahwa membiarkan kasus Gambia melawan Myanmar terus berlanjut dapat ‘merusak rekonsiliasi’.
Suu Kyi bahkan memperlihatkan gambar-gambar pertandingan sepak bola yang baru-baru ini diputar di daerah yang terkena dampak kekerasan pada tahun 2017. Ini adalah sebagai bukti bahwa perdamaian telah kembali
"Saya berdoa agar keputusan yang Anda buat dengan kebijaksanaan dan visi keadilan akan membantu kami untuk menciptakan persatuan karena perbedaan," kata Suu Kyi, seperti dikutip AFP, Jumat, 13 Desember 2019.
"Langkah-langkah yang menghasilkan kecurigaan, menabur keraguan atau menciptakan kebencian di antara masyarakat yang baru saja mulai membangun fondasi kepercayaan yang rapuh, dapat merusak rekonsiliasi," tambahnya dalam pernyataan singkat enam menit itu.
"Mengakhiri konflik internal yang sedang berlangsung adalah yang paling penting bagi negara kita. Tetapi sama pentingnya untuk menghindari pengunduran diri dari konflik bersenjata internal 2016-17 di Rakhine utara,” tutur Suu Kyi
Kesaksian yang diberikan Suu Kyi pun didukung oleh warga Myanmar yang berada di Den Haag. Belasan pendukungnya berkumpul di luar pengadilan dan dengan lantang meneriakkan, "Kami mendukung Anda Aung San Suu Kyi" ketika dia tiba untuk memberikan pidatonya.
Gerakan Gambia
Negara kecil Afrika, Gambia telah membawa Myanmar yang pengadilan tinggi PBB di Den Haag menuduhnya melanggar konvensi genosida PBB 1948.
Didukung oleh Organisasi Kerja sama Islam (OKI) yang beranggotakan 57 negara, Kanada dan Belanda, mereka mencari langkah-langkah darurat untuk mencegah kekerasan lebih lanjut terhadap Rohingya. Hal itu dilakukan sambil menunggu kasus yang lebih lengkap yang bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Sekitar 740.000 Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke kamp-kamp pengungsi yang luas di Bangladesh, setelah Myanmar melancarkan penumpasan militer besar-besaran di negara bagian Rakhine pada Agustus 2017.
Aung San Suu Kyi mengatakan kepada pengadilan dalam pernyataan pembukaannya pada Rabu bahwa tidak ada bukti ‘niat genosidal’ dan mengatakan operasi militer dalam menanggapi serangan oleh militan Rohingya.
Gambia sebelumnya pada Kamis mengutuk ‘kebisuannya’ dalam pidato pembukaan tentang dugaan pelanggaran.
“Keheningan Anda jauh melebihi kata-kata Anda," kata pengacara Gambia, Philippe Sands kepada pengadilan.
"Kata 'pemerkosaan' tidak pernah melewati bibir Anda,” tambah Sands.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News