medcom.id, Paris: Akun 'robot Twitter' yang menyamar sebagai orang sungguhan menyebarkan berita palsu dan propaganda di media sosial telah terdeteksi beraksi di Prancis menjelang pemilihan presiden, akhir pekan ini.
Namun, pemilih Prancis berbagi banyak informasi berkualitas secara daring lebih baik daripada yang sebagian besar dibagikan pemilih Amerika Serikat dalam pilpres Paman Sam, tahun lalu. Demikian sebuah analisis yang dirilis, pada Sabtu 22 April, oleh sebuah grup ahli dari Universitas Oxford.
Proyek Computational Propaganda di Oxford Internet Institute mengatakan bahwa mereka belum melihat aktivitas 'robot' di Prancis pada tingkat yang mereka catat pada hari-hari terakhir pilpres Amerika tahun lalu, ketika banyak 'berita sampah' yang dibagikan secara daring sebagai asli, berita profesional.
Namun, mereka menemukan bahwa aktivitas robot meningkat di Prancis.
Dalam analisis baru mereka -- berdasarkan sampel yang mereka ambil pada pertengahan Maret -- grup tersebut menemukan bahwa untuk setiap dua tautan ke berita yang diproduksi secara profesional tentang pilpres yang dilakukan di Twitter, terdapat satu tautan ke konten 'lain' seperti propaganda ideologis ekstrem dan liputan palsu yang disengaja.
Dalam kategori 'lain' ada sebagian kecil konten berasal dari sumber Rusia, menurut temuan analisis.
"Ini tidak ekstrem seperti dalam pilpres AS," kata Samantha Bradshaw, salah satu penulis laporan tersebut.
Bradshaw mengatakan bahwa penelitian mereka menunjukkan kebohongan klaim di Prancis bahwa berita palsu "merajalela" dalam kampanye tersebut. "Data yang kami miliki tidak mencerminkan narasi itu," cetusnya. "Mungkin AS adalah kasus khusus."
Namun, hal itu juga bisa terjadi -- seperti di AS -- tingkat berita hoax didorong oleh akun robotik otomatis akan meningkat secara besar-besaran di pekan terakhir kampanye.
"Dalam berita sampah, AS memiliki poin tertinggi sebelum pilpres, dan berita profesional paling rendah," kata Bradshaw, seperti dikutip Stuff dari Sydney Morning Herald, Sabtu 22 April 2017.
Proyek CrossCheck, sebuah kolaborasi antara Google dan jaringan organisasi berita profesional, telah melacak berita palsu yang disebarkan di media sosial selama kampanye pipres Prancis.
Laporan palsu termasuk:
- suatu klaim bahwa Emmanuel Macron didanai oleh Arab Saudi (dan satu lagi didukung oleh Al-Qaeda);
- Sebuah jajak pendapat palsu Figaro yang menunjukkan Marine Le Pen telah 'memenangkan' debat TV;
- foto yang dipalsukan bahwa kandidat sayap kiri Jean-Luc Melenchon mengenakan Rolex;
- sebuah klaim bahwa Macron ingin mengenakan pajak baru bagi pemilik properti;
- satu klaim bahwa pemrotes dan demonstrasi 'anti-Front Nasional' di Paris telah meneriakkan "Yahudi, pencuri, pembunuh";
- artikel satiris yang mengatakan bahwa ayah Marinir Le Pen, Jean-Marie ditangkap karena menanam ganja di tanah miliknya dekat Paris; dan
- sebuah klaim bahwa Kremlin telah menebar Tweet berbunyi "Moskow akan membantu Le Pen untuk memenangkan pemilihan".
Selama pilpres di AS banyak berita palsu disuntikkan ke Twitter oleh 'robot' -- akun otomatis yang menyamar sebagai orang sungguhan dan mencoba menciptakan tren dengan membanjiri umpan balik melalui tagar mereka sendiri.
Jumlah robot 'frekuensi tinggi' yang beraksi di Prancis pada pertengahan Maret "cukup rendah" dibandingkan pilpres AS atau referendum Brexit, kata Bradshaw.
Mereka temukan bahwa sekitar 11,4 persen lalu lintas kabar tentang kandidat Sosialis Benoit Hamon ditekan oleh akun otomatis, masing-masing dibandingkan dengan 8,9 persen dan 5,7 persen untuk capres favorit Emmanuel Macron dan Marine Le Pen. Mereka juga melihat tingkat otomatisasi semakin meningkat seiring berjalannya waktu.
Selama cuplikan per Maret, tim menemukan sekitar 47 persen dari tautan yang dibagikan dalam percakapan politik di Twitter di Prancis adalah konten berita profesional, baik dari gerai media besar maupun kecil, yang menghargai nilai jurnalistik seperti pengecekan fakta dan pemisahan berita dari komentar.
Sebanyak 16 persen lagi adalah konten politis profesional, seperti situs kandidat. Tapi 20 persen jatuh dalam kategori 'lain', yang kelima adalah 'berita hoax' -- propaganda, teori konspirasi, dan laporan palsu yang sengaja dilakukan.
"Ini bertujuan menghasut pembaca tentang kebajikan moral atau kegagalan organisasi, kasus-kasus atau tokoh dan menggunakan teknik merebut perhatian, dilampiri foto, gambar bergerak, kapitalisasi berlebihan, serangan ad hominem, kalimat dan foto-foto yang emosional, generalisasi yang membahayakan, dan lainnya. Kekeliruan logis," kata laporan tersebut.
Laporan menyimpulkan bahwa "pembicaraan politis tentang politik Prancis di media sosial tidak beracun seperti jenis percakapan yang sama mengenai pilpres AS 2016".
Pekan lalu, dilaporkan bahwa Facebook telah menargetkan 30.000 profil berita palsu di Prancis, sebagai bagian upaya global demi memerangi kesalahan informasi pada jaringan sosial.
Facebook mengatakan telah menghapus sejumlah besar akun, dan telah menyiapkan sistem otomatis untuk mengetahui tanda-tanda profil palsu seperti posting berulang dari konten yang sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News