Sebelumnya, hasil penyelidikan pihak Belanda menyebutkan pesawat itu jatuh setelah dihantam roket buatan Rusia, BUK. Namun tidak disebutkan siapa pihak yang melepaskan roket tersebut.
Duta Besar Rusia untuk Malaysia Valery N. Yermolov mengatakan, Rusia tidak lagi memiliki rudal semacam itu sejak 2011. Di tahun itu, hulu ledak Buk sudah tidak dipakai lagi.
"Rudal BUK yang disebutkan dalam laporan tersebut dikembangkan sejak 1986, di masa Uni Soviet. Rudal ini memiliki masa garansi selama 25 tahun," ujar Yermolov, seperti dikutip The Star, Jumat (16/10/2015).
"Pada 2011, rudal-rudal itu sudah tidak digunakan lagi oleh militer Rusia. Tetapi kami tahu militer Ukraina memiliki 520 rudal Buk hingga saat ini," lanjutnya.
Laporan The Dutch Safety Board (DSB) pada Selasa (13/10/2015) ini rudal BUK tipe 9N314M menembak jatuh MH17 di timur Ukraina. Akibatnya, 298 orang tewas dalam kejadian itu.
Yermolov menambahkan, banyak dari bekas negara pecahan Uni Soviet masih memiliki rudal BUK. Dia juga mengklaim bahwa beberapa negara anggota NATO, seperti Yunani memilikinya.
"Rudal BUK yang dimiliki militer Rusia tidak lagi memiliki pecahan berbentuk dasi kupu-kupu, seperti yang ditemukan di badan pesawat MH17. Rudal kami memiliki pecahan dengan penuh pipa paralel," tegas Yermolov.
"Para petinggi Malaysia sebaiknya berhenti menyalahkan Rusia. Mereka lebih baik fokus mencari tahu siapa di balik tragedi ini," tutur Yermolov.
Dalam lanjutannya, Yermolov menyebutkan bahwa para ahli dari Rusia tidak diberikan akses penuh terhadap materi penyelidikan dari DSB. Rusia menurutnya, akan terus bekerja sama dengan Malaysia dan International Civil Aviation Organisation (ICAO) mencari keadilan untuk korban.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News