Seperti dilansir Reuters, sejumlah survei mengindikasikan sebagian besar warga Prancis masih akan memilih Emmanuel Macron, mantan menteri ekonomi yang ingin membangun jembatan antara sayap kanan dan kiri di negaranya.
Namun jika skenario seperti pemilihan umum di Amerika Serikat terjadi, di mana Donald Trump tak disangka-sangka keluar sebagai pemenang, maka masa Uni Eropa akan semakin muram saat Marine Le Pen menjadi kepala negara Prancis.
Jajak pendapat di Prancis terbukti akurat dalam pemilu putaran pertama, di mana Macron unggul darii Le Pen. Angka popularitas Macron semakin meningkat setelah acara debat di televisi yang diwarnai aksi melempar tuduhan dan saling serang.
Dalam sebuah kampanye penuh kejutan di mana satu per satu favorit capres Prancis berguguran, Le Pen menjadi kandidat sayap kanan pertama yang berhasil melangkah ke putaran kedua di Eropa Barat sejak Perang Dunia II.
Jika pun sejumlah jajak pendapat itu benar, dan warga Prancis akan memilih presiden termuda ketimbang Le Pen, Macron mengatakan tidak mengharapkan pemerintahannya berjalan mulus.
Banyak warga di Prancis disebut-sebut memilih Macron hanya karena tidak ingin Le Pen menjadi presiden, bukan karena sepenuhnya sepakat dengan mantan bankir itu.
"Kemenangan ini bukan berarti Emmanuel Macron akan mendapatkan kemudahan (di pemerintahan)," tulis lembaga survei Odoxa. "Banyak orang yang tidak akan mendukung dia sepenuh hati," lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News