Mario Sandoval ditangkap Rabu di rumahnya di dekat Paris, setelah pihak berwenang Prancis memberikan lampu hijau terakhir untuk ekstradisinya. Keputusan ini mengakhiri pergulatan hukum selama delapan tahun.
Pria berusia 66 tahun yang tinggal di Prancis sejak 1985 dan memperoleh kewarganegaraan Prancis dengan sedikit diketahui identitas lengkapnya, dikirim kembali dengan pesawat yang meninggalkan Paris sekitar tengah malam pada Minggu.
"Semuanya terjadi seperti yang diharapkan," kata seorang pengacara untuk negara Argentina, dinukil dari AFP, Senin 16 Desember 2019.
Argentina mencurigai bahwa Sandoval ambil bagian dalam lebih dari 500 kasus penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan pada saat sekitar 30.000 orang ‘hilang’ selama kediktatoran militer 1976-83.
Tetapi ekstradisi hanya menyangkut dugaan penculikan Hernan Abriata pada Oktober 1976, seorang mahasiswa arsitektur yang mayatnya belum pernah ditemukan.
Otoritas Argentina mengatakan para penyelidik memiliki beberapa laporan saksi yang menghubungkan Sandoval, yang dikenal di sana sebagai ‘tukang jagal’ kediktatoran, dengan pembunuhan Abriata.
Pengacara Sandoval berpendapat bahwa ia tidak akan mendapatkan pengadilan yang adil di Argentina. Di mana ia akan menghadapi penyiksaan atau kondisi penahanan yang buruk. Tetapi banding mereka ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa untuk mengambil alih kasusnya gagal.
Abriata ditahan di sekolah pelatihan angkatan laut ESMA yang terkenal di Buenos Aires, tempat sekitar 5.000 orang ditahan dan disiksa setelah kudeta militer tahun 1976. Banyak dari mereka dilempar dari pesawat ke laut atau River Plate.
Sophie Thonon, seorang pengacara yang bertindak untuk Argentina, mengatakan kepada AFP bahwa ibu Abriata yang berusia 92 tahun, Beatriz Cantarini de Abriata telah "sangat menunggu" Sandoval untuk "menjelaskan peranan dirinya sendiri di depan pengadilan Argentina".
Sandoval, yang menolak tuduhan itu sebagai dakwaan palsu, melarikan diri dari Argentina setelah junta militer jatuh.
Meskipun berkewarganegaraan Prancis, ia dapat diekstradisi karena dugaan kejahatan terjadi sebelumnya. Sandoval adalah seorang profesor di Institut Studi Amerika Latin Sorbonne di Paris dan Universitas Marne-la-Vallee di luar ibu kota Prancis.
Rekan-rekannya di kedua universitas menyerukan penangkapannya ketika mereka mengenali fotonya selama pergulatan hukumnya. Dewan Negara Prancis, yang memberi nasihat kepada pemerintah tentang masalah hukum, menyetujui ekstradisinya pada Agustus 2018, mendorong Sandoval untuk mengajukan banding.
Dewan Konstitusi menetapkan bahwa tidak ada undang-undang pembatasan yang dapat diterapkan pada kasus ‘sedang berlangsung’, mengutip fakta bahwa jenazah Abriata tidak pernah ditemukan.
"Saya berharap pejabat konsuler akan memastikan bahwa kondisi penahanannya yang menunggu persidangan akan layak dan terbatas pada waktunya," kata pengacara Sandoval, Jerome Rousseau kepada AFP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News