Kepada stasiun televisi BMF TV, Valls mengakui kesalahan dalam kerja intelijen melacak orang yang diduga akan melakukan serangan. Ini melihat dari tiga orang pelaku penyerangan yang menggemparkan Prancis, pernah memiliki kaitan dengan Al Qaeda di Yaman dan kelompok Islamic State (ISIS).
Seperti halnya Inggris, ratusan warga Prancis ada yang bepergian ke Suriah dan Irak. Mereka dikhawatirkan akan membawa perilaku ekstrimisnya ketika kembali ke Prancis. Usai serangan yang terjadi, Valls pun bersumpah untuk menjamin keamanan di Paris.
"Saya dapat katakan kepada rakyat, kami harus menjaga nilai demokrasi. Jangan sampai kehilangan identitas demokrasi kalian, karena itu yang teroris inginkan," ujar Valls, seperti dikutip Independent, Sabtu (10/1/2015).
"Prancis akan melaksanakan perang terhadap terorisme usai serangan ini," jelasnya.
Selain itu, Valls juga akan menjamin keamanan dari perayaan nasional yang akan berlangsung pada Minggu 11 Januari 2015. Perayaan itu akan dihadiri oleh Presiden Francois Hollande dan Perdana Menteri Inggris David Cameron, serta beberapa pemimpin dunia lainnya.
Selama tiga hari terakhir, Prancis dilanda ketegangan setelah serangan yang terjadi di kantor media Charlie Hebdo. Serangan itu menewaskan 12 orang.
Drama pengejaran terhadap dua pelaku penyerangan Charlie Hebdo berakhir dengan penyanderaan di sebuah pabrik cat. Pasukan Prancis akhirnya menewaskan dua orang pelaku penyerangan Charlie Hebdo tersebut.
Sementara di waktu yang sama, penyanderaan terjadi pula di sebuah toko kelontong di luar kota Paris. Pelaku menyanderan sekitar 20 orang sandera. Penyandera sendiri tewas di tangan polisi, sementara empat orang sandera turut tewas dan 15 lainnya berhasil dibebaskan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News