Selain itu, keinginannya untuk melakukan percepatan pemilu juga tidak mendapatkan dukungan luas dari Parlemen Inggris.
Pada Rabu 4 September, Parlemen Inggris memberikan suara mendukung undang-undang yang memblokir keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan. Sebanyak 329 anggota parlemen tidak memberikan dukungan kepada PM Johnson, sementara 300 lainnya memberikan dukungan.
Sebagian besar dari anggota parlemen yang mendorong undang-undang pemblokiran itu juga berasal dari Partai Konservatif yang dipimpin oleh Johnson. Dengan hasil ini, sebuah Komite dalam parlemen bisa dibentuk untuk melakukan amendemen undang-undang itu.
Sementara di waktu berdekatan, Parlemen Inggris juga memberikan suara atas upaya Johnson untuk melakukan percepatan pemilu. Meskipun kubu Johnson menang 298 suara dan 56 lain menentangnya, tidak bisa membuat dilakukannya percepatan pemilu.
Kalahnya percepatan pemilu yang diinginkan Johnson dikarenakan tidak terpenuhinya dua pertiga suara yang bisa mendukung keinginannya itu.
“Kesimpulan jelas memperlihatkan dia tidak mengira akan menang,” ujar PM Johnson, terkait pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn, seperti dikutip AFP, Kamis, 5 September 2019.
Melalui hasil ini, tidak ada jalan lain bagi mantan Wali Kota London itu untuk mengupayakan perpanjangan batas waktu Brexit yang jatuh pada 31 Oktober.
Johnson sebelumnya mengklaim bahwa ancamannya kepada Uni Eropa pada akhirnya akan mendorong para pemimpin di blok tersebut untuk membentuk kesepakatan baru. Namun para pengkritiknya justru menilai hal ini bisa memicu hubungan buruk Inggris dengan negara yang selama ini sudah dekat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News