Brexit, atau Britain Exit, adalah istilah bagi keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa.
Sebelumnya PM Johnson pernah menegaskan akan mengeksekusi Brexit pada 31 Oktober, dengan atau tanpa perjanjian Uni Eropa. Sejumlah anggota parlemen tidak mau Inggris keluar dari UE tanpa perjanjian apapun.
Dilansir dari laman AFP, Selasa 3 September 2019, anggota parlemen dari Partai Konservatif bersiap bergabung dengan kubu oposisi untuk memaksa penundaan Brexit. Jika pemungutan suara mereka berakhir dengan kemenangan pada Selasa 3 September 2019 malam ini, maka PM Johnson mengancam akan menyerukan pemilihan umum dini atau lebih awal dari jadwal semula.
Pemilu dini, jika jadi dilaksanakan pada 14 Oktober, akan memperkuat posisi PM Johnson dalam isu Brexit. Saat menjadi PM Inggris pada Juli lalu, PM Johnson mengaku ingin berpisah baik-baik dengan UE. Namun ia menolak sejumlah syarat yang diajukan UE, dan menegaskan dia siap berpisah tanpa perjanjian apapun.
Sikap itu memicu kekhawatiran sejumlah anggota parlemen. Mereka khawatir Brexit "tanpa perjanjian" akan memicu gejolak ekonomi di Inggris.
Untuk mencegah hal tersebut, koalisi dua partai akan mencoba mencari skenario tertentu. Mereka akan mencoba mengendalikan agenda sidang parlemen pada Rabu besok, untuk mendiskusikan sebuah undang-undang yang dapat menunda tenggat waktu Brexit hingga ke tanggal 31 Januari 2020 jika tidak ada perjanjian apapun dengan UE.
Merespons pergerakan di parlemen, PM Johnson menolak mengubah sikapnya. Ia mengatakan prospek tercapainya perjanjian dengan UE "telah meningkat" menjelang pertemuan dengan para petinggi blok Eropa itu pada 17 dan 18 Oktober.
"Saya ingin semua orang tahu. Tidak akan ada situasi yang membuat saya meminta Brussels (UE) untuk menunda (Brexit)," tegas PM Johnson.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News