Isu demografi tidak hanya terkait penuaan demografi yang dialami sejumlah negara, tapi yang tak kalah penting adalah isu bonus demografi.
"Keduanya adalah siklus demografi yang harus mendapatkan perhatian serius karena sama-sama berdampak pada masalah ketenagakerjaan, ekonomi, sosial, dan lainnya,” kata Hanif, di sela-sela sidang International Labour Organization (ILO) di Jenewa, Swiss, sebagaimana dikutip keterangan pers, Senin, 24 Juni 2019.
Indonesia sangat berkepentingan menyukseskan bonus demografi yang akan dialami antara 2030-2045. Pada rentang waktu tersebut, 70 persen populasi Indonesia merupakan penduduk usia produktif. Pada 2045, penduduk Indonesia diprediksi mencapai 321 juta jiwa.
Sementara pada saat yang sama, sebagian anggota G20 yaitu Jepang dan beberapa negara Eropa, mengalami penuaan generasi (aging population). Suatu kondisi yang berkebalikan dengan bonus demografi.
Bonus demografi yang akan dialami Indonesia menjadi modal pertumbuhan ekonomi signifikan, dengan catatan penduduk usia produktif memiliki kompetensi menjadi tenaga kerja produktif dan kompetitif.
Beberapa lembaga dunia yang kredibel seperti Mckinsey Global Institut memprediksi dengan menyukseskan bonus demografi, Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi keempat dunia.
Menteri Hanif juga mendorong negara-negara anggota G20 yang telah sukses melewati bonus demografi seperti Tiongkok, Korea, dan India untuk berbagi pengalaman dan bekerja sama secara saling menguntungkan.
Sebaliknya, kepada negara yang mengalami penuaan populasi, Indonesia siap bekerja sama untuk penempatan tenaga kerja Indonesia mengisi kekosongan tenaga kerja produktif setempat. Termasuk di dalamnya penempatan perawat dan caregiver untuk menangani lansia di negara-negara yang mengalami penuaan populasi.
“Penanganan bonus demografi harus menjadi bagian penting dari pencarian solusi di antara negara-negara anggota G20. Tidak ada satu resep untuk menyelesaikan semua masalah. Di sinilah pentingnya kerja sama,” kata Hanif.
Pola kerja sama yang dimaksud Hanif mencakup pengembangan keterampilan pekerja (skill development), pengakuan keterampilan (skill recognition), pemagangan dan youth network, keterbukaan pasar kerja, pemetaan bentuk pekerjaan di masa mendatang (future of work), dan perlindungan jaminan sosial pekerja.
“Seluruh anggota G20 harus saling dukung serta memiliki komitmen yang sama terkait masalah tersebut,” ujar Hanif.
Ia juga menyampaikan keseriusan Pemerintahan Presiden Jokowi dalam meningkatkan kompetensi pekerja dengan berbagai skema pendidikan dan pelatihan vokasi, memberikan kesempatan luas bagi kaum muda untuk bekerja dengan menyediakan berbagai fasilitas, menciptakan ekosistem usaha yang nyaman bagi pelaku ekonomi digital, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di dunia digital.
"Presiden Jokowi juga memastikan seluruh pekerja dan pekerja migran terlindungi jaminan sosial," ucapnya,
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News