Ketua tim pencari fakta, Marzuki Darusman dari Indonesia, mengatakan militer Myanmar telah menggunakan tingkat kekerasan yang tak terduga terhadap minoritas Rohingya.
"Sulit untuk memahami kebrutalan operasi militer Myanmar. Mereka sangat mengabaikan kehidupan warga sipil, terutama Rohingya," kata Marzuki dihadapan Dewan HAM PBB, dikutip dari AFP, Rabu 19 September 2018.
"Kami menuntut agar militer dihapuskan dari politik dan jenderal-jenderal Myanmar diadili karena melakukan genosida terhadap Rohingya," lanjut dia.
Marzuki juga membeberkan rincian pembantaian yang luar biasa di desa-desa tempat bermukimnya Rohingya, di mana orang-orang dewasa dibunuh dan anak-anak ditembak.
"Jasad mereka dibuang di sungai atau dibakar. Perempuan dan anak perempuan diperkosa. Bahkan, ada satu keluarga yang dibakar hidup-hidup di rumahnya," tutur mantan jaksa agung ini.
Seorang penyelidik PBB yang juga termasuk dalam anggota tim, Christopher Sidoti, menuntut agar Aung San Suu Kyi segera bertindak atas ulah militer Myanmar.
"Kami belum melihat demokrasi di Myanmar. Demokrasi di sana, mati. Tidak ada demokrasi kecuali militer melepaskan kontrolnya atas politik dan ekonomi negara itu," ujar dia.
Sebelumnya, tim pencari fakta PBB telah mengeluarkan laporan setebal 444 halaman dengan jabaran serangkaian pelanggaran yang dilakukan militer Myanmar.
Namun, militer Myanmar membantah semua laporan tessebut. Mereka bersikeras bahwa tindakannya adalah membasmi para pemberontak yang melakukan serangan di pos perbatasan pada Agustus tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News