Markas Komisi Tinggi HAM PBB di Jenewa, Swiss. Foto: AFP
Markas Komisi Tinggi HAM PBB di Jenewa, Swiss. Foto: AFP

Vanuatu dan Kepulauan Solomon Politisasi isu Papua di PBB

Fajar Nugraha • 18 September 2019 23:39
Jenewa: Vanuatu dan Kepulauan Solomon telah mengangkat masalah pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Papua Barat di Komisi Tinggi HAM PBB di Jenewa.
 
Kedua pemerintah membuat pernyataan yang juga mencatat bahwa Indonesia belum memberikan akses ke Papua untuk Komisaris HAM PBB.
 
Apa yang dituduhkan kedua negara dinilai absurd. Selain itu kunjungan PBB ke Papua sudah diatur sejak lama, mengingat surat permohonan masih berada di kantor perwakilan Komisi Tinggi HAM di Bangkok, Thailand.

Pernyataan itu disampaikan pada sesi terbaru dewan oleh Sumbue Antas dari Misi Permanen Vanuatu ke PBB. Negara-negara Melanesia mengatakan kepada dewan tentang keprihatinan mendalam mereka tentang pelanggaran hak yang sedang berlangsung terhadap kebebasan berekspresi dan berkumpul, serta diskriminasi rasial terhadap orang Papua di provinsi Papua dan Papua Barat yang dikelola pemerintah Indonesia.
 
Mereka menegaskan seruan pekan lalu dari Ketua hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet, agar Indonesia melindungi hak asasi manusia Papua.
 
"Terkait dengan agenda ini, kami prihatin dengan keterlambatan Pemerintah Indonesia dalam mengonfirmasikan waktu dan tanggal bagi Komisaris Hak Asasi Manusia untuk melakukan kunjungannya ke Papua Barat," kata Antas. seperti dikutip dari Radio New Zealand, Rabu, 18 September 2019.
 
Namun pada kenyataannya Indonesia bukan belum berikan akses, karena yang terjadi tapi karena kantor Komisi Tinggi HAM di Bangkok kurang koordinasi dan beberapa kali fait accompli (keadaan yang harus diterima) atas jadwal kunjungan. Selazimnya jadwal kunjungan disampaikan 1-2 hari sebelumnya dengan melakukan koordinasi dengan pihak Indonesia.
 
Padahal menurut Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Swiss, Hassan Kleib, Pemerintah Indonesia memberikan akses tim pelapor dari DK PBB. "Hal yang masih tertunda adalah waktu yang disepakati bersama untuk kunjungan tersebut," ujar Dubes Hasan Kleib pada Januari lalu.
 
Selama bertahun-tahun, kantor Komisioner Hak Asasi Manusia PBB telah berusaha untuk mendapatkan izin dari Jakarta untuk mengunjungi wilayah Papua.
 
Enam ribu personel militer dan polisi Indonesia tambahan dikerahkan ke Papua untuk menanggapi protes yang meluas. Pemerintah juga menerapkan pembatasan pada jangkauan internet di Papua, meskipun ini secara bertahap mulai berkurang pada minggu lalu.
 
Namun, bahkan sebelum gelombang kerusuhan yang terjadi saat ini, negara-negara Kepulauan Pasifik menyuarakan rasa frustasi bahwa Jakarta tidak menanggapi secara memadai atas permintaan berulang-ulang oleh Komisaris PBB untuk akses ke Papua.
 
Pada KTT Pimpinan Forum Kepulauan Pasifik 2019 baru-baru ini di Tuvalu, negara-negara kawasan meminta Indonesia dan Komisaris PBB untuk menyelesaikan waktu kunjungan ke Papua Barat. Mereka juga meminta untuk menyerahkan laporan berbasis bukti tentang situasi sebelum pertemuan puncak berikutnya pada 2020.
 
"Kami meminta Komisaris Tinggi dan Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pengaturan ini sehingga penilaian terhadap situasi saat ini dibuat, dan sebuah laporan dapat disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia untuk dipertimbangkan," pungkas Antas.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan