Di Moskow, polisi menangkap ratusan demonstran, termasuk pemimpin oposisi terkemuka Rusia dan aktivis anti-korupsi, Alexei Navalny, yang menyerukan penentangan terhadap pemerintah.
Navaly kemudian digiring ke pengadilan di Moskow, Senin 27 Maret 2017, satu hari setelah ditangkap.
Sebelumnya Navalny sudah dua kali didakwa atas kasus penipuan dan penggelapan yang disebutnya bermotif politik.
Saat ini dia sedang menjalani penangguhan penahanan, dan penangkapannya atas unjuk rasa berpotensi dimanfaatkan pemerintah untuk memenjarakannya.
Gelombang Demonstrasi
Massa berkumpul memprotes korupsi pemerintah, termasuk seruan agar Perdana Menteri Dmitry Medvedev mengundurkan diri.
Navalny telah menyerukan protes berskala nasional setelah meluncurkan penyelidikan awal bulan ini, yang menuduh Medvedev melakukan korupsi besar-besaran. Kekayaan Perdana Menteri Medvedev dinilai jauh melebihi gaji di posisinya tersebut.
Setidaknya 500 demonstran ditangkap di Moskow, reporter Charles Maynes mengatakan kepada NPR.
"Ada laporan 2.000 orang berunjuk rasa di Nova Sibersk, Siberia, kami mencatat 10.000 di St. Petersburg, diperkirakan di Moskow sekitar 20.000," katanya seperti dilansir NPR, Minggu 26 Maret 2017.
Tapi Navalny hanya bisa melihat unjuk rasa itu dalam waktu singkat. Maynes berkata, "Polisi antihuru hara menahan pemimpin oposisi begitu ia tiba di pusat kota Moskow, lantas para pendukung Navalny berkeras membongkar van polisi yang menahannya," di ikon ibu kota, Pushkin Square.
Sebanyak 17 karyawan Yayasan Anti-Korupsi yang didirikan Navalny juga ditangkap, kata direktur yayasan dan sekretaris pers Roman Rubanov kepada Reuters. Associated Press (AP) melaporkan bentrokan terjadi secara sporadis.
AS Terganggu
Muncul kritik dari pemerintahan Trump atas penangkapan akhir pekan di Moskow, ketika Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengutuk insiden itu. AS menyebutnya langkah sembrono "yang menghina inti nilai-nilai demokrasi."
Juru bicara Mark Toner mengatakan "AS akan memantau situasi ini, dan kami meminta pemerintah Rusia untuk segera membebaskan semua pengunjuk rasa damai." Ia menambahkan bahwa Washington "terganggu" mendengar penangkapan tokoh oposisi Rusia Alexei Navalny.
Atraksi besar-besaran pada Minggu menggambarkan "penentangan terbesar sejak 2011-2012 di mana gelombang demonstrasi menentang Kremlin dan melahirkan undang-undang baru yang keras, yang ditujukan buat menekan perbedaan pendapat," kata AP. Pada saat itu, Presiden Vladimir Putin menuduh Menteri Luar Negeri Hillary Clinton menghasut protes massal.
Navalny juga disebut-sebut menghasut demonstrasi tersebut, ketika ia pertama kali menyerukan ancaman anti-Kremlin melalui blog dan media sosial. Sebagaimana Lucian Kim dari NPR melaporkan, "ia meminta warga Rusia untuk turun ke jalan dan memprotes kecurangan pemilu dalam pemilihan parlemen."
Sebagai kritikus Putin yang sengit, Navalny berencana mencalonkan diri menjadi presiden tahun depan, ketika periode Putin berakhir. Putin diperkirakan akan mencalonkan diri untuk jabatan keempat.
Tapi bulan lalu, Navalny dinyatakan bersalah atas penggelapan dalam kasus yang ia klaim bermuatan politis demi mendiskualifikasi dirinya dari pencalonan sebagai presiden.
"Navalny telah bersatu dengan orang-orang yang berpikir sama; bahwa rakyat tidak setuju dengan otoritas, jelas dari apa yang terjadi di negara saat ini," kata Anna Ivanova, 19 tahun, kepada AP dalam demonstrasi Moskow. "Saya agak takut," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News