Quito: Presiden Ekuador Guillermo Lasso mencabut status darurat di enam provinsi pada Sabtu, 25 Juni, di tengah aksi protes massa kelompok adat dan upaya kubu oposisi dalam menggulingkan kepala negara.
Keputusan Lasso diambil usai bermulanya dialog resmi antar perwakilan pemerintah dan organisasi kelompok adat terbesar di Ekuador.
Dialog tersebut membahas tuntutan kelompok adat Ekuador yang menyerukan pemangkasan harga bahan bakar minyak, produk pertanian, dan anggaran yang lebih besar untuk sektor pendidikan.
Pertemuan tersebut digelar di gereja Basilica di ibu kota Quito, dan dihadiri Menteri Pemerintah Francisco Jimenez, Menteri Luar Negeri Juan Carlos Holguin, presiden Konfederasi Kebangsaat Adat Ekuador (CONAIE) Leonidas Iza, dan beberapa tokoh sosial lainnya.
Usai dialog, Lasso melonggarkan berbagai pembatasan keamanan sesuai permintaan kelompok adat.
"Pemerintah nasional meratifikasi kesediaan untuk menjamin penciptaan ruang perdamaian, di mana warga Ekuador dapat melanjutkan aktivitas harian mereka secara berkala," ujar keterangan dari kantor kepresidenan Ekuador.
Iza mengatakan sejumlah grup adat akan membuka blokade jalan secara berkala selama berlangsungnya unjuk rasa agar pasokan makanan dapat kembali masuk ke ibu kota. Namun ia dan para tokoh adat lainnya akan tetap berada di Quito hingga mereka mendapat jawaban memuaskan dari Lasso.
"Alih-alih membuat kami semakin takut, mereka (pemerintah) justru meningkatkan kehormatan dan tekad memberontak kami," ujar Iza.
Virgillo Saquicela, presiden Majelis Nasional Ekuador, mengatakan kepada awak media bahwa sebuah komisi akan dibentuk untuk memfasilitasi dialog dalam upaya mengakhiri unjuk rasa kelompok adat.
Baca: Ekuador Deklarasikan Status Darurat Terkait Aksi Protes Masyarakat Adat
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id