Pernyataannya disampaikan dalam sebuah konferensi pers di Jenewa, di saat Tiongkok tengah menghadapi kesulitan usai mencabut kebijakan "Nol-Covid" yang membiarkan masyarakatnya untuk hidup berdampingan dengan Covid-19.
Pencabutan kebijakan tersebut dikhawatirkan dapat memicu lonjakan infeksi Covid-19 di Tiongkok, negara dengan perekonomian kedua terbesar di dunia.
Baca: Tiongkok Sebut Pelacakan Kasus Covid-19 Sudah 'Mustahil' Dilakukan
WHO menggelar pertemuan setiap beberapa bulan sekali untuk memutuskan apakah virus korona Covid-19, yang muncul tiga tahun lalu di Tiongkok dan telah menewaskan lebih dari 6,6 juta orang, masih dianggap sebagai "darurat kesehatan publik dengan kekhawatiran internasional" atau PHEIC.
Status tersebut bertujuan menyerukan respons internasional yang terkoordinasi untuk menghadirkan pendanaan kolektif, semisal untuk skema pengobatan atau berbagi vaksin Covid-19.
Saat ditanya mengenai syarat apa yang dibutuhkan agar WHO mengakhiri PHEIC, epidemiolog senior Maria Van Kerkhove mengatakan: "Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan."
"Jika ada sekelompok besar populasi warga yang belum divaksinasi, dunia masih harus melakukan banyak pekerjaan," tutur Direktur Urusan Darurat WHO, Mike Ryan, saat disodori pertanyaan senada, melansir dari laman The Globe and Mail, Rabu, 14 Desember 2022.
Awal Desember lalu, Tedros mengatakan bahwa menurunnya kewaspdaan dan strategi dalam menghadapi penyebaran Covid-19 tahun ini dapat menciptakan kondisi sempurna bagi kemunculan varian baru yang mematikan.
"Kita sudah semakin dekat ke situasi di mana fase darurat pandemi sudah berakhir, tapi kita belum benar-benar sampai ke sana," kata Tedros.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News