Serangan pada Senin 2 November itu terjadi di tengah kontroversi baru di Eropa atas kartun Nabi Muhammad. Pada 2015, teroris menyerang kantor majalah satir Prancis Charlie Hebdo (yang telah menerbitkan kartun tersebut), menewaskan 12 orang.
Seorang guru sejarah Prancis dibunuh 16 Oktober lalu oleh seorang pemuda Chechnya di Paris setelah menunjukkan gambar kartun tersebut ke sebuah kelas. Presiden Prancis Emmanuel Macron melancarkan pembelaan tanpa henti terhadap sekularisme Prancis dan mengatakan "masalahnya adalah separatisme Islam."
“Apakah Kujtim marah dengan kartun tersebut pada tahap ini tidak jelas. Dia jelas telah diradikalisasi beberapa tahun lalu,” menurut pihak berwenang, seperti dikutip CNN, Rabu 4 November 2020.
“Dan sejarah radikalisasi itu sekarang akan menjadi fokus penyelidikan,” ujar pihak berwenang.
Seperti banyak negara Eropa, Austria mengalami lonjakan jumlah pemuda radikal yang mencoba bergabung dengan ISIS di Suriah antara 2014 dan 2017, sebelum Khilafah yang dideklarasikan sendiri oleh para teroris itu runtuh. Kujtim dilaporkan telah mencapai Turki dalam upayanya untuk bergabung dengan ISIS.
Menurut dinas intelijen Austria, BVT, lebih dari 300 warga Austria secara aktif berpartisipasi atau berusaha ambil bagian dalam pertempuran bersama ekstremis di Irak dan Suriah. 59 orang ditahan sebelum mereka dapat meninggalkan Austria.
Mungkin yang lebih mengejutkan, seperlima dari mereka yang dipenjara karena mencoba bergabung dengan ISIS berusia 21 tahun atau lebih muda, sebagian besar adalah imigran generasi kedua dari Chechnya, Turki, dan Balkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News