Paty dipenggal di wilayah Conflans-Sainte-Honorine pada Jumat kemarin oleh seorang pengungsi berusia 18 tahun asal Chechnya. Pelaku ditembak mati polisi usai memenggal korban.
Sebelum dipenggal pelaku, Paty sempat memperlihatkan kartun Nabi Muhammad saat berlangsungnya pelajaran kebebasan berekspresi. Sejumlah orangtua dari murid di kelas tersebut marah, dan kampanye kebencian terhadap Paty pun muncul di internet.
Kepolisian Prancis meyakini pelaku mengetahui mengenai tindakan Paty melalui internet. Pelaku juga sempat menemui beberapa murid Paty untuk mengetahui detail seputar korban.
Dilansir dari laman Stuff.co.nz pada Senin, 19 Oktober 2020, PM Castex turun ke jalan bersama ribuan orang di Place de la Republique di Paris di akhir pekan. Kehadirannya merupakan dukungan terhadap kebebasan berekspresi serta untuk menghormati Paty, guru berusia 47 tahun.
Sebagian demonstran membawa plakat bertuliskan "Saya Samuel" yang mirip dengan "Saya Charlie" setelah terjadinya serangan di kantor Charlie Hebdo pada 2015.
Para demonstran, termasuk PM Castex, sempat mengheningkan cipta di seantero lapangan Place de la Republique. Keheningan pecah oleh tepuk tangan dan nyanyian La Marseillaise, lagu nasional Prancis.
Demonstran juga berunjuk rasa di beberapa kota besar seperti Lyon, Toulouse, Strasbourg, Nantes, Marseille, Lille, dan Bordeaux.
Sementara itu, otoritas Prancis telah menangkap orang ke-11 terkait pembunuhan Paty. Presiden Prancis Emmanuel Macron juga telah memerintahkan pengusiran 231 warga asing yang dilabeli radikal oleh badan keamanan.
Menurut laporan Daily Telegraph, Macron telah menggelar rapat krisis dengan jajaran menteri dan petinggi keamanan untuk mendiskusikan langkah mencegah serangan serupa di masa mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News