"Tulisan anti-Muslim yang ditulis di pusat kebudayaan dan keagamaan merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima," kata Darmanin dalam kunjungannya ke Pusat Kebudayaan Islam Avicenna di kota Rennes.
"Kebebasan beragama di Prancis adalah sebuah kebebasan fundamental," sambungnya, dilansir dari laman Anadolu Agency pada Senin, 12 April 2201.
Beberapa hari sebelumnya, Pusat Kebudayaan Islam Avicenna dicoret-coret grafiti anti-Muslim oleh pihak tak bertanggung jawab. Peristiwa terjadi menjelang masuknya bulan suci Ramadan.
Darmanin mengaku sengaja datang ke pusat kebudayaan tersebut untuk memperlihatkan bahwa Presiden Emmanuel Macron melindungi semua agama di Prancis.
Dewan Muslim Prancis (CFCM) mengatakan bahwa insiden di Rennes terjadi dua hari usai serangan pembakaran di masjid Arrahma di Nantes. Sebelum itu juga ada ancaman pembunuhan terhadap jurnalis Muslim bernama Nadiya Lazzouni.
Baca: Warga Prancis Kecam RUU yang Dinilai Diskriminatif terhadap Muslim
CFCM menilai lonjakan aksi anti-Muslim di Prancis dipicu perdebatan seputar undang-undang terbaru yang dinilai diskriminatif terhadap Muslim. CFCM menyebut perdebatan ini "telah dijadikan sebuah forum bagi pelaku ujaran kebencian."
Selain itu, CFCM juga menila slogan Islamofobia merupakan bagian dari gerakan separatisme yang ideologinya terinspiras dari Brenton Tarrant, pelaku penembakan massal di dua masjid Selandia Baru pada 2019. Penembakan kala itu menewaskan 51 orang.
"Separatisme ini merupakan ancaman bagi negara dan masyarakat kita," tutur CFCM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News