"Saya sudah berdiskusi dengan keluarga terkait hal ini. Kita apresiasi banyak sekali keinginan untuk membantu. Namun, tentu saja kita perlu mematuhi prosedur yang ada," kata Muliaman dalam konferensi pers virtual, Senin, 6 Juni 2022.
Muliaman mengatakan, harus ada koordinasi dengan pemerintah Swiss terkait bantuan pencarian. Karena, ujarnya, Swiss merupakan negara yang memiliki sistem dan standar tersendiri.
"Kita harus diskusikan dengan otoritas setempat, karena kewenangan ada di mereka," ucapnya.
Mengenai wacana keterlibatan Basarnas, Muliaman menuturkan pihaknya bersedia menyampaikan hal tersebut ke otoritas Swiss. Ia meminta maaf karena bukan kapasitasnya untuk menjawab mengenai izin pemberian bantuan pencarian.
"Keinginan membantu akan KBRI sampaikan ke otoritas setempat. Saya tidak bisa menjawab karena kewenangan sepenuhnya ada di otoritas setempat," ucapnya.
"Saya akan menjembatani," sambung dia.
Beberapa waktu lalu, Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henry Alfiandi mengungkapkan beberapa faktor yang dinilainya menjadi penyebab Eril masih belum ditemukan. Menurut Henry, derasnya air Sungai Aare merupakan hasil dari lelehan atau cairan gletser setelah memasuki musim panas.
Ia juga mengomentari tentang metode pencarian Eril di Sungai Aare. Berdasarkan pengamatan Henry, metode pencarian di Swiss sangat berbeda dengan di Indonesia.
Metode pencarian di Swiss terlihat menggunakan teropong air yang dinilai masih sangat manual sehingga membuat tim kesulitan menemukan Eril. Diperlukan teknologi canggih untuk mempercepat proses pencarian.
"Dan sistem pencarian di sana kalau saya liat dia by visual, ia menggunakan teropong air. Sedangkan di Indonesia kita sudah pakai teknologi radar," ujarnya.
"Kita ini menggunakan peralatan yang namanya underwater searching device, itulah inovasi kita. Yang kedua, menggunakan alat aqua eye, menggunakan detektor seperti radar," ujarnya menambahkan.
Alat-alat yang digunakan Basarnas diakui bisa mendeteksi target, baik itu manusia maupun hewan. Sementara itu, metode manual di Swiss dengan menggunakan teropong kaca dinilai memiliki kelemahan ketika air sedang keruh sehingga tidak akan berfungsi dengan baik.
"Swiss metodenya selama ini begitu, orang tenggelam dicari dengan cara seperti itu. Kondisi sekarang karena gletsernya mencair, cairan gletsernya malah keruh, Swiss enggak bisa menemukan itu, harusnya pakai device-device yang lebih canggih lagi," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News