Scholz dijadwalkan bertemu Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Senin ini, 7 Februari 2022. Pertemuan tersebut bertujuan membahas kekhawatiran atas penumpukan personel militer Rusia di dekat perbatasan Ukraina.
Menanggapi kritik yang mengatakan Jerman belum cukup berkontribusi kepada Ukraina, Scholz menegaskan bahwa "(Jerman) adalah pendukung ekonomi terkuat Ukraina."
Dalam tujuh tahun terakhir, lanjutnya, Jerman telah berkontribusi senilai USD$2 miliar (setara Rp28,8 triliun) kepada Ukraina.
Anggapan bahwa Jerman kurang berkontribusi dipicu penolakan menyalurkan senjata ke Ukraina. Padahal, negara-negara lain seperti AS dan Inggris mengirimkan persenjataan ke Ukraina, mulai dari amunisi hingga senjata anti-tank.
Baca: Jerman dan Prancis Yakin Diplomasi Mampu Turunkan Ketegangan Rusia-Ukraina
Scholz menegaskan bahwa negaranya mematuhi aturan ketat mengenai ekspor senjata ke wilayah-wilayah yang sedang berada dalam krisis. Oleh karenanya, Jerman menolak menyalurkan senjata ke Ukraina.
Koalisi Scholz -- Partai Demokrat Sosial (SPD), Partai Hijau, dan Partai Demokrat Bebas (FDP) -- telah menyepakati sebuah kebijakan mengenai larangan mengirim senjata ke daerah-daerah yang sedang dilanda krisis.
Dianggap tidak menjadi sekutu kuat bagi NATO, Scholz berkata bahwa, "Jerman memiliki anggaran pertahanan terbesar di benua Eropa dan berkontribusi kepada pasukan respons NATO dengan menyiagakan ribuan tentara Jerman."
Saat ditanya apakah pemerintah Jerman akan menghentikan pembukaan jaringan pipa Nord Stream 2 jika terjadi invasi Rusia ke Ukraina, Scholz mengatakan kepada Post bahwa ia tidak akan membahasnya secara spesifik, tetapi "jawaban Jerman akan bersifat tegas."
"Sangat jelas bahwa dalam situasi ini semua pilihan masih memungkinkan," kata Scholz. (Kaylina Ivani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News