"Sekretaris Jenderal sangat prihatin dengan keputusan Federasi Rusia terkait status wilayah tertentu di wilayah Donetsk dan Luhansk di Ukraina," kata juru bicaranya Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Malay Mail, Selasa, 22 Februari 2022.
"Sekretaris Jenderal menganggap keputusan Federasi Rusia sebagai pelanggaran terhadap integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa," lanjut Dujarric.
Ia menambahkan, Guterres membatalkan jadwalnya dan bergegas kembali ke markas besar di New York dengan alasan situasi memburuk mengenai Ukraina.
Keputusannya untuk kembali ke New York datang tak lama setelah Rusia mengumumkan bahwa Presiden Vladimir Putin akan mengakui wilayah pemberontak Ukraina sebagai wilayah merdeka.
Akibatnya, Guterres membatalkan perjalanan yang direncanakan ke Republik Demokratik Kongo. Setelah berpartisipasi akhir pekan lalu dalam pertemuan keamanan internasional tahunan di Munich, Guterres berada di Portugal kemarin, ketika dia memutuskan satu jam sebelum berangkat ke DR Kongo untuk membatalkan perjalanannya.
Keputusan Putin dapat memicu konflik yang berpotensi menghancurkan dengan pemerintah Kyiv yang didukung Barat. Pengakuan itu akan secara efektif mengakhiri rencana perdamaian yang sudah goyah dalam konflik separatis di timur Ukraina.
Baca juga: Putin Akui Dua Wilayah Separatis Ukraina sebagai Negara Merdeka
Beberapa saat setelah pernyataan Guterres keluar, Putin memerintahkan pasukan untuk pindah ke daerah pemberontak, diduga untuk melindungi ratusan ribu penduduk yang telah diberikan paspor Rusia.
Langkah Putin tersebut membayangi upaya diplomatik terakhir untuk meredakan ketegangan selama berminggu-minggu yang dilakukan AS dan negara Barat.
Sebelumnya, PBB mendesak semua pihak untuk menahan diri dari mengambil tindakan sepihak yang akan merusak kedaulatan Ukraina.
"Semua masalah harus ditangani melalui diplomasi," kata Dujarric, menggarisbawahi seruan badan global untuk pengendalian maksimum guna menghindari meningkatnya ketegangan.
Dujarric juga mengatakan bahwa PBB telah mengizinkan relokasi sementara beberapa staf yang tidak penting dan anggota keluarga personel PBB yang ditempatkan di Ukraina.
Menurutnya, PBB saat ini memiliki 1.510 staf di Ukraina, 149 di antaranya adalah warga negara asing dan 1.361 warga negara Ukraina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News