“Masih prematur untuk negara manapun untuk menyerah atau menyatakan kemenangan,” ujar Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan, dikutip dari The Straits Times, Kamis, 3 Februari 2022.
“Virus ini berbahaya, dan terus berkembang di depan mata kita sendiri,” lanjutnya.
Peringatan tersebut muncul lantaran Denmark menjadi negara Uni Eropa (EU) pertama yang mencabut semua pembatasan covid-19 pada Selasa, 1 Februari 2022. Padahal, terjadi rekor jumlah kasus varian Omicron, yang dianggap sebagai varian yang lebih ringan.
Sejumlah negara lainnya mempertimbangkan untuk mengambil langkah serupa yang diambil oleh Denmark.
“Kami khawatir bahwa suatu narasi telah dipegang beberapa negara bahwa karena vaksinasi serta Omicron yang lebih mudah ditularkan dengan tingkat keparahan yang lebih rendah, mencegah penularan tidak lagi mungkin dilakukan, dan tidak lagi diperlukan, “ kata Tedros.
“Tidak ada pemikiran yang lebih jauh dari kebenaran,” tambahnya, dengan menekankan bahwa, “lebih banyak penularan covid-19 berarti lebih banyak kematian.”
Kepala badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu menyebut hampir 90 juta kasus covid-19 dilaporkan kepada WHO sejak Omicron pertama kali ditemukan di Afrika Selatan 10 minggu lalu. Angka tersebut lebih tinggi daripada jumlah kasus sepanjang tahun 2020.
Walau varian baru covid-19 diketahui lebih ringan, ia menyampaikan bahwa, “kita sekarang mulai melihat peningkatan kematian yang sangat mengkhawatirkan di sebagian besar negara”.
Menurut Tedros, penting untuk terus melacak varian-varian yang muncul, termasuk subvarian Omicron, BA.2.
Setelah covid-19 pertama kali muncul di Tiongkok pada akhir 2019, terdapat lebih dari 373 juta kasus positif dan 5,7 juta kematian dilaporkan kepada WHO. Namun, diyakini bahwa jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi.
Dalam seminggu terakhir, lebih dari 22 juta kasus covid-19 dan di atas 60.000 kematian dilaporkan dari seluruh dunia.
“Sekarang bukan waktu untuk mencabut semuanya,” ujar Direktur Tim Teknis WHO untuk Pandemi Covid-19 Maria van Kerkhove mengingatkan.
Kerkhove menyoroti “peningkatan kematian yang tajam” dan rendahnya persentase vaksinasi di banyak negara.
Di sisi lain, Direktur Kedaruratan WHO Michael Ryan berpandangan bahwa negara-negara dapat mulai mencabut beberapa pembatasan apabila memiliki sistem kesehatan yang kuat dan pemberian vaksinasi yang meluas.
Tetapi Ryan mengingatkan, negara-negara yang memutuskan untuk membuka pembatasan covid-19 harus siap untuk memperkenalkan kembali tindakan-tindakan untuk melawan virus tersebut kepada masyarakat. Misalnya, jika terjadi lonjakan jumlah kasus atau muncul varian baru yang lebih berbahaya.
“Kalau Anda membuka pintu dengan cepat, (Anda harus) bisa menutupnya dengan cepat pula,” kata Ryan.
Ryan juga mengingatkan agar pemerintah-pemerintah negara tanpa vaksinasi yang tinggi ataupun infrastruktur kesehatan yang memadai tidak gegabah membuka pembatasan karena tuntutan politik.
“Ketakutan terbesar saya saat ini adalah negara-negara akan memiliki sindrom lemming dan akan mulai membuka pembatasan atas dasar bahwa negara tetangga sudah membukanya,” ujarnya.
Mengambil kebijakan karena tekanan tersebut dapat mengakibatkan transmisi virus yang sebetulnya dapat dicegah, penyakit parah dan kematian. (Kaylina Ivani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News