Washington: Telegram diplomatik Amerika Serikat (AS) serta dua orang lainnya yang mengetahui masalah bom nuklir mengatakan bahwa Amerika Serikat telah mempercepat pengerahan bom nuklir untuk disimpan di pangkatan NATO di Eropa. Bom nuklir ini merupakan versi yang lebih akurat dari senjata andalannya.
Menurut Telegram, kedatangan B61-12 yang diperbaharui atau bom gravitasi yang dijatuhkan dari udara ini, awalnya dijadwalkan untuk musim semi berikutnya. Namun saat ini, para pejabat AS mengatakan kepada sekutu North Atlantic Treaty Organization (NATO) selama pertemuan tertutup di Brussels bulan ini, bahwa bom ini direncanakan datang pada bulan Desember ini.
Langkah yang melibatkan penggantian senjata lama dengan versi yang lebih baru di berbagai fasilitas penyimpanan di Eropa untuk potensi penggunaan oleh pesawat pengebom dan jet tempur AS dan sekutu, terjadi di tengah meningkatnya ketegangan atas ancaman Rusia untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina.
Tidak hanya itu, meningkatnya kekhawatiran bahwa Barat perlu berbuat lebih banyak untuk mencegah Moskow melintasi garis tersebut juga mempercepat langkah tersebut. Namun, masih tidak jelas berapa lama penerjunan bulan Desember yang direncanakan telah dikerjakan, sementara juru bicara Pentagon menolak untuk mengomentari jadwal tersebut.
Sementara itu, percepatan tanggal kedatangan muncul sebagai kejutan bagi beberapa pengamat lama yang khawatir hal itu dapat memicu situasi yang sudah berbahaya di Eropa. Pengumuman pada pertemuan di Brussels itu sendiri datang beberapa hari sebelum NATO memulai latihan nuklir tahunannya, yang dikenal sebagai Steadfast Noon.
Latihan dua minggu itu berakhir pada hari Minggu dan mencakup sekitar 70 pesawat. Dan pada hari Rabu, Rusia mengadakan latihan nuklir yang digambarkan oleh kepala pertahanannya sebagai simulasi serangan nuklir besar-besaran, yang disebut Kremlin sebagai pembalasan atas serangan nuklir terhadap Rusia.
“Akan aneh bila terburu-buru. Mereka mengatakan bahwa kami tidak menanggapi situasi ini dengan senjata nuklir. Menurut saya mereka sebaiknya tidak membahas hal tersebut,” ujar Hans Kristensen, direktur Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika, yang telah melacak program itu dengan cermat, seperti yang dikutip dalam laman Yahoo News, pada Kamis, 27 Oktober 2022.
Pesan di balik pengiriman bom pertama pada bulan Desember itu kemungkinan lebih ditujukan kepada sekutu Eropa yang merasa sangat rentan terhadap Moskow.
“Dugaan saya adalah lebih ditujukan kepada NATO daripada Rusia. Sudah ada B61 (yang lebih tua). Rusia tahu itu. Mereka masih bekerja dengan baik. Yang baru akan lebih baru, tetapi tidak terlalu banyak perbedaan. Tapi itu mungkin cara untuk meyakinkan sekutu ketika mereka merasa sangat terancam oleh Rusia,” ujar Collina, direktur kebijakan di Ploughshares Fund, sebuah kelompok perlucutan senjata.
Selain itu, dua orang yang tahu dengan masalah pengiriman yang akan datang ke Eropa itu juga mengkonfirmasi kerangka waktu yang dipercepat yang dilaporkan dalam telegram diplomatik. Mereka meminta untuk tidak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah ini.
Telegram tersebut, yang sebelumnya tidak dipublikasikan dan ditulis untuk didistribusikan ke seluruh Pentagon dan Departemen Luar Negeri untuk memberi runtutan kepada para pembuat kebijakan tentang apa yang dibahas di antara para menteri pertahanan pada pertemuan NATO, dengan jelas menunjukkan bahwa sekutu gelisah.
Dokumen tersebut mengatakan bahwa selama pertemuan, 15 sekutu NATO menyuarakan keprihatinan bahwa aliansi tersebut tidak boleh menyerah pada pemerasan nuklir milik Putin.
“Mengingat meningkatnya volume dan skala retorika nuklir Rusia, sebagian sekutu meminta konsultasi lanjutan di NATO untuk memastikan kesiapan yang berkelanjutan dan pesan yang konsisten,” ujar Telegram tersebut.
Namun, Collina juga memperingatkan bahwa setiap langkah terkait nuklir, betapapun sederhananya, dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan.
“Bisa saja ada eskalasi. Kita lihat saja," ujarnya.
B61 sendiri merupakan keluarga bom nuklir yang pertama kali dikembangkan pada awal 1960-an dan awalnya didemonstrasikan dalam uji coba nuklir bawah tanah di Nevada. Selusin versi bahkan telah dikembangkan selama beberapa dekade dan sebagian besar telah dihentikan.
Program Perpanjangan Kehidupan B61-12 senilai USD10 miliar yang dikelola oleh Departemen Energi itu dimaksudkan untuk menggantikan beberapa versi sebelumnya. Versi ini termasuk sekitar 100 bom yang disimpan di pangkalan udara di Jerman, Italia, Belgia, Belanda, dan Turki.
Kristensen mengatakan bahwa semua pembaharuan tersebut berada dalam aspek non-nuklir dari desain bom tidak terarah, dan melibatkan seseorang melepas parasut dan memasang peralatan ekor baru dan perbaikan lainnya untuk akurasi yang jauh lebih besar.
Versi baru ini juga dirancang agar pesawat pengebom dan pesawat tempur AS dan sekutu, termasuk pengebom B-2 dan B-21 serta jet tempur F-15, F-16, F-35, dan Tornado, semuanya dapat membawa senjata tersebut. Hal ini tentunya berbeda dengan beberapa versi lama B61 yang telah disimpan selama bertahun-tahun.
Hulu ledak itu sendiri adalah salah satu yang paling serbaguna di gudang senjata AS karena daya ledaknya dapat diputar ke atas atau ke bawah tergantung pada target yang menjadikannya sebagai senjata dengan hasil rendah atau menengah.
“Garis waktu baru untuk kedatangan adalah tanda bahwa Pentagon telah menentukan bahwa senjata itu siap lebih cepat dari yang direncanakan,” ujar Kristensen.
Dia juga menyatakan bahwa Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan diharapkan dapat menyelesaikan tinjauan kinerja senjata sebelum pelatihan untuk awak udara, baik akhir tahun ini atau awal tahun depan.
Sementara itu, Angkatan Udara melakukan uji terbang desain bom baru pada F-35A pada Oktober 2021 dan mengesahkannya pada F-15E pada 2020.
Namun Pentagon melaporkan pada Februari bahwa pihaknya berencana untuk menyelesaikan sertifikasi desain nuklir B61-12, dengan F-35A sebelum Januari 2023, Setelah itu, Angkatan Udara AS di Eropa akan dapat memulai pelatihan sertifikasi mereka.
"Saya pikir dua hal itu akan terjadi sebelum Anda melihat kedatangannya secara fisik," ujar Kristensen.
Telegram itu juga menyebutkan bahwa Sekretaris Pertahanan, Lloyd Austin juga mengatakan kepada sekutu NATO di Brussels bulan ini bahwa Tinjauan Postur Nuklir yang telah lama ditunggu-tunggu oleh pemerintah, yang dapat dirilis dalam beberapa hari mendatang bahwa mereka akan mempertahankan kebijakan deklarasi nuklir Washington selama beberapa dekade tentang ambiguitas yang diperhitungkan.
Hal ini adalah pergeseran dari komentar Presiden Joe Biden selama kampanye presiden 2020, di mana dia mengatakan bahwa dirinya akan mempertimbangkan untuk mengubah kebijakan AS untuk menyatakan bahwa satu-satunya tujuan senjata atom adalah untuk mencegah serangan nuklir terhadap Amerika atau sekutunya, sebuah perubahan yang telah didorong oleh kelompok-kelompok perlucutan senjata nuklir.
Sejak saat itu, pemerintah telah menarik kembali komentar-komentar tersebut. Tetapi, jaminan Austin kepada sekutu Eropa bahwa kebijakan deklaratif nuklir AS akan tetap tidak berubah datang ketika ibu kota di benua itu mencari bantuan kuat di Washington untuk menghadapi Rusia dan Tiongkok yang bersenjata nuklir.
Sementara itu, James Acton, salah satu direktur Program Kebijakan Nuklir di Carnegie Endowment for International Peace (Organisasi Dana Abadi Carnegie untuk Perdamaian Internasional), mengatakan komentar tujuan utama Biden selama kampanye menyebar di seluruh Eropa.
“Dan ada kampanye besar oleh sekutu AS untuk meyakinkannya agar tidak melakukannya dan kampanye itu berhasil,” uar Acton.
Selama pertemuan di Brussel, Austin juga memberi tahu sekutu bahwa peninjauan tersebut akan mendukung modernisasi penuh dari triad nuklir AS, sambil menghentikan bom gravitasi B83 dan mengakhiri program rudal jelajah yang diluncurkan dari laut yang dimulai oleh pemerintahan Trump.
Akan tetapi, anggota parlemen menentang penghentian program rudal jelajah dan kemungkinan akan terus mendanainya dalam undang-undang kebijakan pertahanan yang akan datang. (Gabriella Carissa Maharani Prahyta)
Menurut Telegram, kedatangan B61-12 yang diperbaharui atau bom gravitasi yang dijatuhkan dari udara ini, awalnya dijadwalkan untuk musim semi berikutnya. Namun saat ini, para pejabat AS mengatakan kepada sekutu North Atlantic Treaty Organization (NATO) selama pertemuan tertutup di Brussels bulan ini, bahwa bom ini direncanakan datang pada bulan Desember ini.
Langkah yang melibatkan penggantian senjata lama dengan versi yang lebih baru di berbagai fasilitas penyimpanan di Eropa untuk potensi penggunaan oleh pesawat pengebom dan jet tempur AS dan sekutu, terjadi di tengah meningkatnya ketegangan atas ancaman Rusia untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina.
Tidak hanya itu, meningkatnya kekhawatiran bahwa Barat perlu berbuat lebih banyak untuk mencegah Moskow melintasi garis tersebut juga mempercepat langkah tersebut. Namun, masih tidak jelas berapa lama penerjunan bulan Desember yang direncanakan telah dikerjakan, sementara juru bicara Pentagon menolak untuk mengomentari jadwal tersebut.
Sementara itu, percepatan tanggal kedatangan muncul sebagai kejutan bagi beberapa pengamat lama yang khawatir hal itu dapat memicu situasi yang sudah berbahaya di Eropa. Pengumuman pada pertemuan di Brussels itu sendiri datang beberapa hari sebelum NATO memulai latihan nuklir tahunannya, yang dikenal sebagai Steadfast Noon.
Latihan dua minggu itu berakhir pada hari Minggu dan mencakup sekitar 70 pesawat. Dan pada hari Rabu, Rusia mengadakan latihan nuklir yang digambarkan oleh kepala pertahanannya sebagai simulasi serangan nuklir besar-besaran, yang disebut Kremlin sebagai pembalasan atas serangan nuklir terhadap Rusia.
“Akan aneh bila terburu-buru. Mereka mengatakan bahwa kami tidak menanggapi situasi ini dengan senjata nuklir. Menurut saya mereka sebaiknya tidak membahas hal tersebut,” ujar Hans Kristensen, direktur Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika, yang telah melacak program itu dengan cermat, seperti yang dikutip dalam laman Yahoo News, pada Kamis, 27 Oktober 2022.
Pesan di balik pengiriman bom pertama pada bulan Desember itu kemungkinan lebih ditujukan kepada sekutu Eropa yang merasa sangat rentan terhadap Moskow.
“Dugaan saya adalah lebih ditujukan kepada NATO daripada Rusia. Sudah ada B61 (yang lebih tua). Rusia tahu itu. Mereka masih bekerja dengan baik. Yang baru akan lebih baru, tetapi tidak terlalu banyak perbedaan. Tapi itu mungkin cara untuk meyakinkan sekutu ketika mereka merasa sangat terancam oleh Rusia,” ujar Collina, direktur kebijakan di Ploughshares Fund, sebuah kelompok perlucutan senjata.
Selain itu, dua orang yang tahu dengan masalah pengiriman yang akan datang ke Eropa itu juga mengkonfirmasi kerangka waktu yang dipercepat yang dilaporkan dalam telegram diplomatik. Mereka meminta untuk tidak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah ini.
Telegram tersebut, yang sebelumnya tidak dipublikasikan dan ditulis untuk didistribusikan ke seluruh Pentagon dan Departemen Luar Negeri untuk memberi runtutan kepada para pembuat kebijakan tentang apa yang dibahas di antara para menteri pertahanan pada pertemuan NATO, dengan jelas menunjukkan bahwa sekutu gelisah.
Dokumen tersebut mengatakan bahwa selama pertemuan, 15 sekutu NATO menyuarakan keprihatinan bahwa aliansi tersebut tidak boleh menyerah pada pemerasan nuklir milik Putin.
“Mengingat meningkatnya volume dan skala retorika nuklir Rusia, sebagian sekutu meminta konsultasi lanjutan di NATO untuk memastikan kesiapan yang berkelanjutan dan pesan yang konsisten,” ujar Telegram tersebut.
Namun, Collina juga memperingatkan bahwa setiap langkah terkait nuklir, betapapun sederhananya, dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan.
“Bisa saja ada eskalasi. Kita lihat saja," ujarnya.
B61 sendiri merupakan keluarga bom nuklir yang pertama kali dikembangkan pada awal 1960-an dan awalnya didemonstrasikan dalam uji coba nuklir bawah tanah di Nevada. Selusin versi bahkan telah dikembangkan selama beberapa dekade dan sebagian besar telah dihentikan.
Program Perpanjangan Kehidupan B61-12 senilai USD10 miliar yang dikelola oleh Departemen Energi itu dimaksudkan untuk menggantikan beberapa versi sebelumnya. Versi ini termasuk sekitar 100 bom yang disimpan di pangkalan udara di Jerman, Italia, Belgia, Belanda, dan Turki.
Kristensen mengatakan bahwa semua pembaharuan tersebut berada dalam aspek non-nuklir dari desain bom tidak terarah, dan melibatkan seseorang melepas parasut dan memasang peralatan ekor baru dan perbaikan lainnya untuk akurasi yang jauh lebih besar.
Versi baru ini juga dirancang agar pesawat pengebom dan pesawat tempur AS dan sekutu, termasuk pengebom B-2 dan B-21 serta jet tempur F-15, F-16, F-35, dan Tornado, semuanya dapat membawa senjata tersebut. Hal ini tentunya berbeda dengan beberapa versi lama B61 yang telah disimpan selama bertahun-tahun.
Hulu ledak itu sendiri adalah salah satu yang paling serbaguna di gudang senjata AS karena daya ledaknya dapat diputar ke atas atau ke bawah tergantung pada target yang menjadikannya sebagai senjata dengan hasil rendah atau menengah.
“Garis waktu baru untuk kedatangan adalah tanda bahwa Pentagon telah menentukan bahwa senjata itu siap lebih cepat dari yang direncanakan,” ujar Kristensen.
Dia juga menyatakan bahwa Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan diharapkan dapat menyelesaikan tinjauan kinerja senjata sebelum pelatihan untuk awak udara, baik akhir tahun ini atau awal tahun depan.
Sementara itu, Angkatan Udara melakukan uji terbang desain bom baru pada F-35A pada Oktober 2021 dan mengesahkannya pada F-15E pada 2020.
Namun Pentagon melaporkan pada Februari bahwa pihaknya berencana untuk menyelesaikan sertifikasi desain nuklir B61-12, dengan F-35A sebelum Januari 2023, Setelah itu, Angkatan Udara AS di Eropa akan dapat memulai pelatihan sertifikasi mereka.
"Saya pikir dua hal itu akan terjadi sebelum Anda melihat kedatangannya secara fisik," ujar Kristensen.
Telegram itu juga menyebutkan bahwa Sekretaris Pertahanan, Lloyd Austin juga mengatakan kepada sekutu NATO di Brussels bulan ini bahwa Tinjauan Postur Nuklir yang telah lama ditunggu-tunggu oleh pemerintah, yang dapat dirilis dalam beberapa hari mendatang bahwa mereka akan mempertahankan kebijakan deklarasi nuklir Washington selama beberapa dekade tentang ambiguitas yang diperhitungkan.
Hal ini adalah pergeseran dari komentar Presiden Joe Biden selama kampanye presiden 2020, di mana dia mengatakan bahwa dirinya akan mempertimbangkan untuk mengubah kebijakan AS untuk menyatakan bahwa satu-satunya tujuan senjata atom adalah untuk mencegah serangan nuklir terhadap Amerika atau sekutunya, sebuah perubahan yang telah didorong oleh kelompok-kelompok perlucutan senjata nuklir.
Sejak saat itu, pemerintah telah menarik kembali komentar-komentar tersebut. Tetapi, jaminan Austin kepada sekutu Eropa bahwa kebijakan deklaratif nuklir AS akan tetap tidak berubah datang ketika ibu kota di benua itu mencari bantuan kuat di Washington untuk menghadapi Rusia dan Tiongkok yang bersenjata nuklir.
Sementara itu, James Acton, salah satu direktur Program Kebijakan Nuklir di Carnegie Endowment for International Peace (Organisasi Dana Abadi Carnegie untuk Perdamaian Internasional), mengatakan komentar tujuan utama Biden selama kampanye menyebar di seluruh Eropa.
“Dan ada kampanye besar oleh sekutu AS untuk meyakinkannya agar tidak melakukannya dan kampanye itu berhasil,” uar Acton.
Selama pertemuan di Brussel, Austin juga memberi tahu sekutu bahwa peninjauan tersebut akan mendukung modernisasi penuh dari triad nuklir AS, sambil menghentikan bom gravitasi B83 dan mengakhiri program rudal jelajah yang diluncurkan dari laut yang dimulai oleh pemerintahan Trump.
Akan tetapi, anggota parlemen menentang penghentian program rudal jelajah dan kemungkinan akan terus mendanainya dalam undang-undang kebijakan pertahanan yang akan datang. (Gabriella Carissa Maharani Prahyta)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News