AS pada Mei lalu menghentikan pengiriman bom seberat 2.000 pon dan 500 pon karena kekhawatiran atas dampak yang mungkin terjadi di Gaza selama perang yang dimulai dengan serangan lintas perbatasan yang mematikan oleh Hamas pada 7 Oktober.
Kekhawatiran khusus pemerintah adalah penggunaan bom berukuran besar di Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mengungsi.
“Kami sudah jelas bahwa kekhawatiran kami adalah pada penggunaan akhir bom seberat 2.000 pon tersebut, khususnya untuk kampanye Rafah Israel yang telah mereka umumkan akan selesai,” kata seorang pejabat AS, dikutip dari Gulf News, Kamis,11 Juli 2024.
Satu bom seberat 2.000 pon dapat menembus beton dan logam tebal, sehingga menciptakan radius ledakan yang luas.
Pejabat AS mengatakan, bom seberat 500 pon itu ditempatkan dalam pengiriman yang sama dengan bom yang lebih besar yang dihentikan sementara dan oleh karena itu tertahan.
“Kekhawatiran utama kami adalah potensi penggunaan bom seberat 2.000 pon di Rafah dan tempat lain di Gaza. Karena kekhawatiran kami bukan mengenai bom seberat 500 pon, hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari proses yang biasa,” tambah pejabat tersebut.
AS telah memberi tahu Israel bahwa mereka melepaskan bom seberat 500 pon, namun tetap menahan bom yang lebih besar.
Pada Juni, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim Washington menahan senjata, dan memohon kepada para pejabat AS untuk memperbaiki situasi. Para pembantu Biden menyatakan kekecewaan dan kebingungan atas pernyataan pemimpin Israel tersebut.
Selama kunjungannya ke Washington, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan, ada kemajuan signifikan dalam masalah pasokan amunisi AS ke Israel. “Hambatan telah dihilangkan dan kemacetan telah diatasi,” kata Gallant.
Meskipun ada jeda pada satu pengiriman, Israel terus menerima aliran persenjataan AS.
Baca juga: Warga Gaza Sedang Menonton Sepak Bola saat Diserang Israel
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News