Peringatan itu dikeluarkan setelah badan intelijen AS menemukan kelompok peretasan Tiongkok telah memata-matai jaringan tersebut.
Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Matthew Miller, serangan spionase siber Tiongkok itu ditujukan terhadap militer dan pemerintahan di negaranya.
"Badan intelijen AS menilai bahwa Tiongkok pasti mampu meluncurkan serangan siber yang dapat mengganggu layanan infrastruktur penting di Amerika Serikat, termasuk terhadap jaringan pipa minyak dan gas serta sistem kereta api," kata Miller dalam konferensi pers, dikutip dari Channel News Asia, Jumat, 26 Mei 2023.
"Sangat penting bagi pemerintah dan pembela jaringan di publik untuk tetap berwaspada,” lanjutnya.
Namun, pemerintah Tiongkok telah membantah pernyataan bahwa mata-matanya mengejar target Barat. Tiongkok pun menyebut peringatan yang dikeluarkan oleh AS dan sekutunya sebagai "kampanye disinformasi kolektif.”
Lebih lanjut, juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok Mao Ning mengatakan bahwa peringatan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru bertujuan untuk mempromosikan aliansi intelijen mereka yang dikenal sebagai Lima Mata . Menurutnya, AS lah yang harus bertanggung jawab atas terjadinya peretasan.
"Amerika Serikat adalah kerajaan peretasan," kata Mao.
Sementara itu, pejabat AS mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih dalam proses mengidentifikasi ancaman.
"Kami memiliki setidaknya satu lokasi yang tidak kami ketahui sejak panduan berburu dirilis dan maju dengan data serta informasi," ujar Direktur Keamanan Siber Badan Keamanan Nasional AS (NSA) Rob Joyce.
Secara terpisah, Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS (CISA) mengatakan bahwa pihaknya tengah bekerja untuk memahami "luasnya potensi intrusi dan dampak yang terkait.”
“(Itu akan membantunya) menyediakan bantuan jika diperlukan, dan lebih efektif memahami taktik yang dilakukan oleh musuh ini", ungkap asisten direktur eksekutif CISA Eric Goldstein.
Menurut para peneliti dan pejabat, kampanye spionase ini bersifat lebih rahasia dibandingkan operasi mata-mata lainnya. Itu pun menjadi bagian dari tantangan yang dihadapi.
"Dalam kasus ini musuh sering menggunakan kredensial yang sah dan alat administrasi jaringan yang sah untuk mendapatkan akses guna melaksanakan tujuan mereka pada jaringan target," kata Goldstein.
"Banyak metode deteksi tradisional, seperti antivirus, tidak akan menemukan gangguan ini,” tambahnya.
Di sisi lain, analis Microsoft yang mengidentifikasi kampanye yang dijuluki sebagai Volt Typhoon tersebut mengatakan bahwa “ini dapat mengganggu infrastruktur komunikasi penting antara Amerika Serikat dan wilayah Asia selama krisis di masa depan.”
Terlebih, ini juga dapat meningkatkan ketegangan AS-Tiongkok atas Taiwan dan masalah lainnya.
Peneliti Marc Burnard yang berasal dari organisasi Secureworks pun sudah pernah menangani beberapa gangguan yang berkaitan dengan Volt Typhoon. Burnard mengatakan bahwa pihaknya tidak menemukan bukti adanya aktivitas destruktif dari Volt Typhoon, tetapi peretasannya berfokus pada pencurian informasi yang akan "mengungkapkan aktivitas militer AS.”
Sebelumnya, badan-badan AS telah mendorong dan meningkatkan praktik keamanan siber di industri infrastruktur. Hal ini dilakukan setelah peretasan 2021 dari Pipa Kolonial utama yang mengganggu hampir setengah dari pasokan bahan bakar Pantai Timur AS. (Arfinna Erliencani)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id