New York: Peluncuran roket Korea Utara (Korut) dianggap memiliki risiko serius terhadap penerbangan sipil dan lalu lintas maritim. Hal ini diungkapkan seorang pejabat senior kepada Dewan Keamanan PBB (DK PBB).
Hal ini diungkapkan ketika mereka bertemu untuk membahas peluncuran satelit mata-mata pertama Pyongyang.
Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengatakan, peluncuran pada 21 November itu bertujuan untuk memantau Amerika Serikat dan sekutunya. Pada Senin, 27 November 2023, Pyongyang mengatakan akan terus melaksanakan hak kedaulatannya, termasuk melalui lebih banyak peluncuran satelit.
Pejabat senior PBB Khaled Khiari mengatakan, kepada Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara bahwa meskipun Pyongyang mengeluarkan pemberitahuan pra-peluncuran kepada Penjaga Pantai Jepang, namun pihaknya tidak memberi tahu Organisasi Maritim Internasional, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, atau Persatuan Telekomunikasi Internasional.
“Peluncuran yang dilakukan DPRK merupakan risiko serius terhadap penerbangan sipil internasional dan lalu lintas maritim,” kata Khiari, dilansir dari Malay Mail, Selasa, 28 November 2023.
Secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), Korea Utara telah berada di bawah sanksi PBB karena program rudal balistik dan nuklirnya sejak tahun 2006. Hal ini termasuk larangan pengembangan rudal balistik.
Teknologi tersebut digunakan untuk meluncurkan satelit minggu lalu dan mengikuti pengujian puluhan rudal balistik selama 20 bulan terakhir. Amerika Serikat telah lama memperingatkan bahwa Pyongyang siap melakukan uji coba nuklir ketujuh.
“DPRK (nama resmi Korut) telah memperjelas motivasinya. DPRK tanpa malu-malu berupaya memajukan sistem pengiriman senjata nuklirnya dengan menguji teknologi rudal balistik yang jelas-jelas melanggar resolusi dewan ini,” kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield kepada dewan tersebut.
“Perilaku melanggar hukum yang sembrono ini mengancam seluruh negara tetangga DPRK dan seluruh negara anggota. Seperti yang Anda dengar dari Pak Khiari, tidak ada pemberitahuan tentang tindakan ini,” imbuh dia.
Pyongyang mengatakan, pihaknya menggunakan haknya untuk membela diri dengan melakukan uji coba rudal balistik untuk menjaga kedaulatan dan kepentingan keamanannya dari ancaman militer.
Selama beberapa tahun terakhir Dewan Keamanan PBB terpecah belah mengenai cara menangani Pyongyang. Rusia dan Tiongkok, yang mempunyai hak veto bersama dengan AS, Inggris dan Prancis, mengatakan bahwa sanksi yang lebih besar tidak akan membantu dan mereka ingin tindakan seperti itu dilonggarkan.
Tiongkok dan Rusia mengatakan, latihan militer gabungan yang dilakukan AS dan Korea Selatan memprovokasi Pyongyang, sementara Washington menuduh Beijing dan Moskow menguatkan Korea Utara dengan melindungi negara tersebut dari sanksi lebih lanjut.
Baca juga: Wah, Satelit Mata-Mata Korea Utara Ambil Foto Gedung Putih dan Pentagon
Cek Berita dan Artikel yang lain di