Merespons masalah ini, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mencoba membicarakannya dengan Menlu Sri Lanka Gamini Lakshman Peiris di sela-sela Sidang ke-76 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat.
"Saya meminta atau mengharapkan agar Pemerintah Sri Lanka meninjau kembali atau menghapus kebijakan yang menghambat ekspor sawit Indonesia ke Sri Lanka," ucap Menlu Retno dalam keterangan virtual kepada awak media, Sabtu, 25 September 2021.
"Menlu Sri Lanka dan saya sepakat untuk mengintensifkan komunikasi dalam menyelesaikan isu sawit ini," sambungnya.
Selain soal sawit, Menlu Retno juga mendorong penyelesaian perjanjian perdagangan seperti Preferential Trade Agreement (PTA). Dorongan ini disampaikan Menlu Retno kepada Pakistan, Sri Lanka, Iran, dan Mozambik.
Di sela pembicaraan ini, Mauritania mendekati Indonesia dan mengungkapkan keinginan mereka untuk menjalin kemitraan di bidang ekonomi. "Mauritania mengharapkan kedatangan delegasi bisnis Indonesia," tutur Menlu Retno.
Kembali ke sawit, selama ini proses ekspor Indonesia menghadapi beragam hambatan, terutama di pasar Eropa. Juni lalu, Menlu Retno sekali lagi meminta Uni Eropa untuk berlaku adil terhadap kelapa sawit Indonesia.
"Saya telah sampaikan keseriusan Pemerintah Indonesia dalam menghasilkan kelapa sawit secara berkelanjutan dan terus memperkuat ISPO," sebut Menlu Retno saat bertemu Perwakilan Tinggi Urusan Luar Negeri dan Keamanan Uni Eropa Josep Borrell kala itu.
Baca: Uni Eropa Sekali Lagi Diminta Adil terhadap Kelapa Sawit Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News