Dubes Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun. Foto: UNTV.
Dubes Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun. Foto: UNTV.

AS Kecam Upaya Pembunuhan Dubes Myanmar untuk PBB di New York

Marcheilla Ariesta • 08 Agustus 2021 09:51
Washington: Perwakilan Tetap Amerika Serikat untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield mengecam upaya pembunuhan terhadap utusan Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun. Pria itu kini tengah ditekan junta Myanmar untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
 
"Kami dengan tegas mengutuk ancaman (yang ditujukan) kepada Duta Besar Kywa Moe Tun. (Ancaman) itu sesuai dengan pola mengganggu yang dilakukan para pemimpin otoritas dan pendukung mereka yang berada di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat," kata Thomas-Greenfield, dilansir dari Sputnik, Minggu, 8 Agustus 2021.
 
"Ancaman tersebut dilakukan untuk menganiaya dan menindas jurnalis, aktivis, dan orang lain yang berani berbicara atau menentang mereka," imbuhnya dalam sebuah pernyataan.

Para pejabat AS menangkap dua orang, Phyo Hein Htut dan Ye Hein Zaw atas rencana pembunuhan tersebut. Keduanya diketahui warga negara Myanmar dan saat ini tinggal di New York.
 
Baca juga: Dubes Myanmar Peringatkan PBB Tentang Dugaan Pembantaian Oleh Militer
 
Dalam upaya untuk membunuh Dubes Kyaw Moe Tun, Htut berkomunikasi dengan pedangan senjata di Thailand, yang menjual senjata kepada militer Myanmar. Junta berkuasa di Myanmar setelah menggulingkan pemerintah sipil pada Februari 2021.
 
Thomas-Greenfield menyatakan solidaritasnya untuk Kyaw. "Ia terus menunjukkan keberanian luar biasa dalam berbicara atas nama rakyat Myanmar yang menuntut kembalinya demokrasi," imbuhnya.
 
Kyaw Moe Tun mengecam kudeta militer di negaranya. Ia terus menyatakan memihak pemerintah sipil Myanmar yang diasingkan.
 
Pada 1 Februari, militer Myanmar menggulingkan pemerintah sipil dan menyatakan keadaan darurat selama setahun. Kudeta itu memicu protes massa, yang digagalkan dengan kekerasan mematikan di negara itu.
 
Pekan lalu, pemimpin militer Myanmar Min Aung Hlaing menyatakan dirinya sebagai perdana menteri negara itu dan mengatakan bahwa ia berencana untuk bertanggung jawab selama dua tahun selama keadaan darurat yang diperpanjang sebelum mengadakan pemilihan pada tahun 2023.
 
Sementara itu, ASEAN menunjuk Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam, Erywan Yusof sebagai utusan khusus untuk Myanmar. Dia bertugas memfasilitasi mediasi di antara para pemangku kepentingan untuk menemukan resolusi damai dari krisis politik di sana.
 
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 945 orang tewas sejak pengambilalihan militer pada 1 Februari. Mereka adalah korban kekerasan yang dilakukan militer Myanmar saat protes anti-kudeta.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan