Para pengunjuk rasa di Paris telah beraksi selama dua hari berturut-turut dalam mengekspresikan kemarahan mereka atas kasus Mahsa Amini, seorang perempuan yang tewas dalam penahanan polisi moral di Iran pada pertengahan September lalu. Mahsa Amini ditangkap karena dianggap melanggar aturan memakai hijab.
Demonstrasi mengecam kematian Mahsa Amini dimulai dengan damai di Trocadero Square di jantung ibu kota Paris. Beberapa demonstran meneriakkan, "Matilah Republik Islam" dan slogan-slogan yang menentang pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Tetapi polisi dengan perlengkapan antihuru hara lengkap, didukung barisan mobil van, menghalangi rute para pengunjuk rasa menuju gedung kedubes Iran di Paris. Polisi juga menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa.
Dalam sebuah pernyataan, kepolisian Paris mengonfirmasi bahwa gas air mata telah digunakan. "Dalam beberapa kesempatan, para pengunjuk rasa mencoba menerobos barikade yang didirikan di dekat gedung kedutaan besar Iran. Polisi menggunakan gas air mata untuk mengusir mereka," ujar pihak kepolisian, seperti dikutip dari laman AFP.
Aparat mengatakan sekitar 4.000 orang telah berkumpul di Paris untuk mengikuti aksi protes kematian Mahsa Amini. Satu demonstran ditangkap atas tuduhan "kemarahan dan pemberontakan," dan satu petugas terluka ringan dalam peristiwa tersebut.
Emmanuel Macron dan Ebrahim Raisi
Penggunaan gas air mata semakin memicu kekesalan para aktivis terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang sempat berjabat tangan dengan Presiden Iran Ebrahim Raisi di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat (AS)."Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa Iran di Paris dalam upaya melindungi kedutaan Republik Islam," tulis aktivis hak-hak perempuan Iran yang berbasis di AS, Masih Alinejad.
"Sementara itu, @EmmanuelMacron berjabat tangan dengan presiden pembunuh Iran," sambungnya, merujuk pada Raisi.
Para pengunjuk rasa juga mengulangi nyanyian viral berbahasa Persia seperti, "zan, zendegi, azadi!" (wanita, kehidupan, kebebasan!) dan juga padanan bahasa Kurdinya “jin, jiyan, azadi!” Amini, juga dikenal dengan nama Jhina Amini, adalah orang etnis Kurdi.
"Kami orang Iran kompak bergerak," kata Nina, seorang warga Prancis keturunan Iran yang tinggal di Paris. "Kita harus bereaksi, mengingat kita jauh dari Tanah Air kita, negara kita."
"Ini saatnya bagi kita semua untuk berkumpul, sehingga kita benar-benar dapat berbicara sehingga seluruh dunia dapat benar-benar mendengar suara kita," pungkasnya.
Baca: Makin Panas! Demo Mahsa Amini Berlanjut, Presiden Iran Serukan Tindakan Tegas
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News